TEMPO.CO, Beirut - Petugas keamanan Libanon menahan sembilan orang, hampir seluruhnya warga negara Suriah, karena diduga terlibat dalam ledakan bom di Beirut, pekan lalu, yang menewaskan sedikitnya 44 orang.
"Hingga saat ini, kami menahan sembilan orang, yang terdiri atas tujuh warga Suriah dan dua Libanon," kata Menteri Dalam Negeri Libanon Nuhad Mashnuq dalam acara konferensi pers di depan televisi, Ahad, 15 November 2015.
Kelompok bersenjata Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengaku bertanggung jawab atas ledakan mematikan yang berlangsung pada Kamis, 12 November 2015, di sebuah pusat belanja tersibuk di Burj al-Barajineh, Beirut.
"Jaringan pelaku bom bunuh diri dunia dan para pendukungnya telah ditangkap petugas keamanan dalam waktu 48 jam, menyusul ledakan bom tersebut," ucapnya.
Mashnuq mengatakan warga Suriah ditangkap di kamp pengungsi Palestina yang berlokasi di Burj al-Barajneh dan di sebuah rumah susun di Ashrafieh, sebuah distrik sebelah timur ibu kota, tempat yang digunakan untuk merancang bom.
"Rencana ledakan bom bunuh diri itu di sebuah rumah sakit di sekitarnya. Berhubung penjagaannya sangat ketat, mereka mengubah sasaran ledakan ke kawasan berpenduduk padat," ujarnya.
Bom Beirut, menurut pengamat politik Ali Rizk, kepada Aljazeera, merupakan taktik ISIS mengalihkan perhatian. Sebulan sebelumnya, ISIS juga mengaku bertanggung jawab atas ledakan bom terhadap sebuah pesawat penumpang Rusia dan menewaskan 224 orang di dalam kabin. Adapun bom Beirut dan serangan Paris menyebabkan setidaknya 129 orang tewas.
"Kelompok ini mulai mengubah dirinya menjadi pelaku teror murni akibat kehilangan wilayah di Irak dan Suriah," ucapnya.
Ali Megdad, salah seorang anggota parlemen Libanon yang dekat dengan Hizbullah, menerangkan kepada Aljazeera, "ISIS sedang mengobarkan perang melawan kaum muslim dan masyarakat Eropa di Timur Tengah dan Eropa."
"Korban tewas dalam serangan bom Beirut banyak di antaranya menimpa anak-anak dan orang tua," tutur Meqdad. Dia menambahkan, "ISIS sibuk dengan aksi terorisme sehingga merusak nama baik Islam serta menambah stigma terhadap Islam dengan label 'teroris'."
ALJAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN