TEMPO.CO, Jakarta - Nasib mujur dialami Sylvester pada Jumat lalu. Aksi teror yang mengancam Kota Paris Jumat lalu nyaris menempatkannya dalam daftar korban. Malam itu, serpihan material dari bahan peledak sempat mengarah ke perutnya. Namun terjangan material itu tak mampu menembus tubuhnya. Nyawanya terselamatkan oleh benda yang disimpan di kantong jaketnya.
Pria berkulit hitam itu mengisahkan, malam itu ia sedang berjalan di sekitar stadion State de France. Tiba-tiba terdengar suara ledakan dan rentetan senjata api dari sebuah bar. Suara ledakan yang cukup keras itu sempat merobohkan tubuhnya yang tambun. Sylvester sempat pingsan untuk beberapa saat. Saat kesadarannya pulih, ia melihat bercak darah di bagian perutnya.
“Saya sempat menyangka bakal meninggal karena musibah tersebut,” ujarnya kepada wartawan CNN. Namun ketakutan itu lenyap saat ia memeriksa perutnya. Bercak darah yang menempel di kausnya yang berwarna abu-abu rupanya hanya luka ringan. Ia baru menyadari keajaiban saat akan mengabarkan informasi seputar musibah itu kepada koleganya.
Saat merogoh kantong jaket, layar telepon selulernya tampak retak. Bentuknya melingkar-lingkar yang terpusat di bagian kanan atas. Kerusakan paling parah terlihat di pelapis telepon bagian belakang yang memperlihatkan lubang cukup besar seukuran ibu jari. Rupanya, telepon seluler itulah yang menyelamatkan nyawanya.
Nasib mujur Sylvester tak berlaku bagi ratusan orang yang menjadi sasaran aksi teror kemarin malam. Aksi yang menyasar enam wilayah di Kota Paris itu sedikitnya menelan 129 korban jiwa dan melukai 350 orang. Jumlah korban paling banyak berasal dari gedung opera Bataclan, saat ratusan penonton menyaksikan pentas kelompok musik Eagles of Death Metal.
Baca: Korban Teror Paris
Di gedung opera tersebut, aksi teroris menelan sedikitnya seratus korban jiwa. Ratusan penonton yang sedang menikmati pentas musik itu lekas berhambur keluar gedung dengan memanfaatkan tiga pintu darurat yang terhubung dengan gang bagian belakang. Sebagian di antara mereka tersandung, lalu roboh dan terinjak-injak sesama rekannya.
Baca: Fakta Seputar Teror Paris
Otoritas pemerintah Prancis menyimpulkan aksi brutal itu dilakukan kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Insiden yang terjadi di enam lokasi itu dikoordinir tiga kelompok dan mengandalkan pelaku bom bunuh diri yang umumnya berusia 25 tahun. Salah seorang pelaku diketahui warga Prancis yang bergabung dengan ISIS.
RIKY FERDIANTO | CNN | TELEGRAPH.CO.UK