Sementara itu, Perang Korea hanya diakhiri dengan Korean Armistice Agreement tahun 1953 yang hanya menyepakati gencatan senjata. Hingga saat ini, masih belum tercapai kesepakatan damai yang penuh. Situasi insecurity yang dialami Korea Utara ikut memicu Korea Utara mengembangkan senjata nuklir.
Masalah Laut Tiongkok Selatan, dimana terjadi tumpang tindih klaim antara Tiongkok dan Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, juga menjadi salah satu pemicu adanya ketegangan di kawasan. Sejauh ini belum terlihat adanya tanda-tanda penyelesaian.
Melihat situasi tersebut, Wirajuda menilai perlu dilakukan penguatan kapasitas pada East Asia Summit (EAS) dengan menyeimbangkan antara agenda ekonomi dengan agenda politik dan keamanan.
Berbeda dengan Eropa yang memiliki Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE), Asia hanya memiliki ASEAN Regional Forum (ARF), yang setelah eksis selama 21 tahun, masih berputar-putar pada diplomasi pencegahan (preventing diplomacy)dan langkah pembangunan kepercayaan (confidence building measure).
Walau begitu, ARF adalah satu-satunya forum dialog untuk membahas isu politik dan keamanan di Asia, serta dalam rangka memberikan kontribusi yang signifikan untuk membangun rasa saling percaya (confidence building) dan diplomasi pencegahan di Asia Pasifik.
Untuk itu, menurut Wirajuda, Asia dapat belajar dari ASEAN yang telah mengembangkan budaya dialog dan selama 48 tahun, kawasan ini menikmati suasana aman dan damai. “Kita akan dapat menghargai prestasi ini jika bandingkan dengan kawasan Timur Tengah yang kini dilanda konflik,” kataWirajuda.
NATALIA SANTI