TEMPO.CO, Yangon - Aung San Suu Kyi yang diprediksi bakal menang besar dalam pemilihan umum Myanmar, Selasa, 10 November 2015, bersumpah akan menjadi pemimpin Myanmar yang akan datang meskipun konstitusi negara itu melarangnya berkuasa.
Dalam sebuah wawancara dengan British Broadcasting Corporation (BBC), wawancara pertama kali yang dia lakukan setelah pemilihan umum yang digelar Ahad, 8 November 2015, Suu Kyi mengatakan dia akan menjadi pemimpin Myanmar meskipun tidak diperkenankan menjadi presiden dengan alasan konstitusional.
Konstitusi Myanmar, sebuah negara di bawah pemerintahan junta militer, menyebutkan bahwa Suu Kyi tidak bisa menjadi presiden karena suami dan anaknya berwarga negara asing. Kedua putra Suu Kyi dan mendiang suaminya adalah warga negara Inggris.
"Itu (konstitusi) tidak akan bisa menghentikan saya membuat seluruh keputusan sebagai pemimpin partai," ucap Suu Kyi kepada BBC. "Saya akan membuat keputusan bahkan jika saya harus ke lapangan lain, tidak menjadi presiden."
Ketika ditanya, apakah pemilihan umum Ahad lalu bebas dan terbuka, Suu Kyi menukas, "Terbuka, tidak. Secara luas, bebas." Dia lalu menambahkan, "Di beberapa wilayah saya mencatat telah terjadi intimidasi terhadap para pemilih."
Mengenai militer Myanmar yang menghargai pemilihan umum kali ini, Suu Kyi menerangkan, "Waktu telah berubah, masyarakat pun telah berubah."
WASHINGTON POST | CHOIRUL AMINUDDIN