TEMPO.CO, Ankara - Lira Turki langsung terjun bebas setelah terjadi ledakan bom bunuh diri di Ibu Kota Ankara, Sabtu, 10 Oktober 2015. Insiden ledakan ini juga meningkatkan ketegangan politik menjelang pemilihan umum bulan depan.
Mata uang Turki turun 1,8 persen sebelum diperdagangkan di angka 0,6 atau 2,9278 terhadap mata uang Amerika Serikat, dolar. Penurunan ini diduga akibat ledakan bom bunuh diri yang menewaskan sedikitnya 97 orang pada aksi unjuk rasa damai, Sabtu, 10 Oktober 2015.
Serangan di Ankara itu dianggap berdampak pada situasi politik nasional serta ketegangan etnis. Hal itu diperparah dengan berlangsungnya perang saudara di negara tetangga, Suriah.
Hasil pantauan Bloomberg, Lira turun hingga 20 persen tahun ini dipicu oleh hasil pemilihan umum yang gagal menghasilkan pemerintahan mayoritas, serta akibat masalah keamanan dalam dan luar negeri.
"Setiap orang memiliki risiko politik dalam benaknya, namun insiden bom bunuh diri yang berlangsung Sabtu, 10 Oktober 2015, menjadi peringatan yang sangat kuat bagi mereka," ucap Apostolos Bantis, analis kredit Commerzbank AG di Dubai yang memberikan utang luar negeri kepada Turki melalui sambungan telepon, Ahad, 11 Oktober 2015.
"Belakangan terjadi perbaikan yang sangat bagus di Turki, namun serangan bom bunuh diri membalikkan semua itu bahkan para investor mempertimbangkan kembali investasinya," tutur Bantis.
Pihak otoritas Turki menduga pelaku serangan bom bunuh diri adalah milisi Partai Pekerja Turki atau PKK serta Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Selama ini Turki telah melakukan gempuran udara ke basis-basis pertahanan PKK yang menewaskan puluhan anggota kelompok separatis tersebut.
Turki akan menggelar pemilihan umum pada 1 November 2015. Pemilu ini merupakan pesta demokrasi kedua tahun ini. "Mendekati hari pemilu, semua orang lebih suka berpandangan konservatif dan menunggu hasil proses pemilu," Bantis menambahkan.
BLOOMBERG | CHOIRUL AMINUDDIN