TEMPO.CO, Santa Catarina Pinula - Hampir seratus orang tewas akibat longsor besar yang menimbun puluhan rumah di pinggiran Kota Guatemala, Minggu, 4 Oktober 2015. Selain ditemukan tewas, ratusan orang masih dinyatakan hilang tiga hari setelah longsor. Hal ini menambah kemungkinan jumlah orang yang tewas dalam bencana bisa bertambah.
“Penghitungan terbaru kami, ada 96 orang dipastikan tewas dan yang dievakuasi, 300 orang masih dinyatakan hilang, dan lainnya belum diketahui pasti,” kata juru bicara pemadam kebakaran, Julio Sanchez, seperti dikutip dari Channelnewsasia.com, Senin, 5 Oktober 2015.
Dia mengatakan korban yang tewas di Santa Catarina Pinula beberapa di antaranya merupakan anak-anak, termasuk bayi yang baru lahir.
Hujan deras pada Kamis malam lalu merendam dan merusak desa El Cambray II di Kotamadya Santa Catarina Pinula. Sedikitnya 125 rumah rusak. Pada Sabtu dinihari, petugas penyelamat, polisi, tentara, dan relawan memulai hari kedua penanggulangan dengan mengevakuasi puing-puing menggunakan sekop.
Esoknya, dua petugas pemadam kebakaran terluka akibat tembok runtuh saat mereka tengah mengambil tubuh korban dari reruntuhan. Tak jauh dari situ, didirikan kamar jenazah darurat di sebelah rumah yang tertimbun untuk korban yang tidak teridentifikasi.
Di sisi lain, pemerintah kota telah beberapa kali mendesak masyarakat untuk pindah sekitar 15 kilometer ke timur Kota Guatemala, terakhir pada November tahun lalu. Namun banyak keluarga menolak permintaan pemerintah. Mereka beralasan tak punya tempat untuk pergi. "Kita tidak bisa tinggal di sini lagi," ujar Carlos Hernandez, seorang tukang listrik yang berhasil selamat dari longsor saat melangkah di antara penyelamat dengan beberapa barang yang tersisa di bahunya.
Bencana itu terjadi secara tiba-tiba. "Saya pergi untuk suatu keperluan ibu saya, dan ketika saya kembali sudah tak tersisa," tutur Carlos Ac, 17 tahun, kepada AFP. Dia masih menunggu kabar tentang ibu dan tujuh saudaranya yang hilang.
Celana abu-abu denim dan mantel hitam, satu-satunya pakaian yang ia miliki saat ini. Carlos mengatakan keluarganya datang dari Kota Quetzaltenango, sekitar 200 kilometer di sebelah barat ibu kota, untuk menjual tortilla.
Alex Lopez, 44 tahun, segera menelepon anak dan mantan istrinya setelah mendengar kabar terjadi tanah longsor. "Ini berdering, tapi tidak ada jawaban," ucapnya kepada AFP.
Beberapa keluarga telah melaporkan pesan teks yang diterima dari orang yang mereka yakini masih terperangkap. “Dampak dari hujan deras diperburuk sungai terdekat,” kata para pejabat.
CHANNEL NEWS ASIA | RICO