TEMPO.CO, Amsterdam - Memperingati 50 tahun peristiwa 1965, gabungan organisasi kemanusiaan di Belanda dan Universitas California mengadakan simposium bertajuk “1965 today. Living with the Indonesian Killings”. Acara digelar selama dua hari yang dimulai hari ini, 1-2 Oktober 2015.
Tak kurang dari 60 orang hadir dalam simposium yang diadakan di Het Ketelhuis-Amsterdam. Mereka terdiri dari para pegiat hak asasi manusia, mahasiswa, akademikus, dan juga masyarakat umum yang tertarik dengan peristiwa 1965.
Acara dibuka dengan pemutaran sejumlah film yang tentu saja terkait dengan peristiwa 1965. Beberapa film serial dokumenter yang ditayangkan di televisi Belanda 1969 berjudul Millstone around the authorities neck: a prison in Indonesia (VARA-salah satu saluran televisi di Belanda)
Peter Keppy, seorang peneliti senior dan juga akademikus dari NIOD, dalam pembukaannya mengatakan berbagai kegiatan ini untuk menambah daya kritis orang tentang apa yang bisa dibuat media visual dan apa yang tidak. Di samping juga menekankan pentingnya memperluas wawasan tentang apa yang terjadi pada 1965-1966 dan dampaknya yang terus-menerus bagi masyarakat Indonesia dan juga bagi dunia barat.
Ariel Hariyanto sebagai pembicara yang khusus diundang pada acara pembukaan mengatakan tantangan saat ini bukan lagi mencari siapa yang salah, atau siapa yang bertanggung jawab, dan siapa yang harus dihukum atau siapa dalang peristiwa ini. Tetapi yang menjadi tantangan bagi dirinya dan juga para aktivis dan akademikus saat ini adalah bagaimana peristiwa 1965 ini bisa diketahui generasi muda saat ini.
"Generasi saya dan para aktivis kemanusiaan yang ada sekarang ini nantinya kan sudah habis masanya. Kita-kita ini akan meninggal dunia, apakah kita masih akan berkutat dalam hal-hal yang sama? Dan membiarkan persoalan ini lenyap? “ kata Ariel.
Ini akan menjadi kritik juga bagi generasi tua yang berkutat dengan persoalan 1965 agar juga mau dan mampu menularkan semangat bahwa peristiwa ini tidak lagi boleh terulang.
“Coba aja sekarang tanya apakah masih ada anak muda yang tahu atau bahkan tertarik dengan sejarah, termasuk peristiwa 65 ini? Saya rasa tidak. Karena buku Pramoedya Ananta aja laris terjual, banyak juga film-film bertema sejarah yang saat ini diputar di bioskop."
Artinya, Ariel melanjutkan, saat ini tinggal bagaimana generasi tua bisa menyampaikan apa yang terjadi pada 1965 dengan cara mereka, dengan gaya mereka dan dengan bahasa yang mereka pakai.
Selanjutnya >> Pada hari kedua