TEMPO.CO, Abuja - Pemimpin kudeta Burkina Faso setuju kembali ke barak seraya menyatakan bahwa mereka bersedia mengembalikan kekuasaan kepada presiden terusir. Kesediaan itu disampaikan dalam kesepakatan dengan angkatan bersenjata guna meredahkan ketegangan akibat kudeta pekan lalu.
Terobosan ini datang pada Selasa malam, 22 September 2015, waktu setempat, setelah pembicaraan maraton di ibu kota Nigeria, Abuja, tempat para kepala negara Afrika barat berkumpul untuk memecahkan kebuntuhan di Burkina Faso.
Baca Juga:
Kesepakatan itu diteken sehari setelah militer memasuki ibu kota Burkina Faso, Ouagadougou, guna melakukan tekanan terhadap pasukan elit pengawal presiden (RSP) yang mengambil langkah kudeta.
Di bawah sejumlah pesyaratan, RSP setuju mundur dari posisi yang mereka ambil di Ouagadougou, sementara militer juga sepakat menarik pasukannya 50 kilometer dari ibu kota. Militer juga memberikan jaminan keselamatan terhadap anggota RSP termasuk keluarga mereka.
Penandatanganan perdamaian ini disampaikan kepada Mogho Naba, raja dari pemimpin suku Mossi yang berkuasa di Burkina Faso di depan wartawan pada Rabu dinihari, 23 September 2015, waktu setempat.
Burkina Faso terjerembab ke dalam krisis pada Rabu pekan lalu ketika pasukan RSP menahan pemimpin sementara yang menjalankan roda pemerintahan sejak Presiden Balise Compaore terdepak pada Oktober 2014.
Unit elite RSP memiliki 1.300 pasukan yang loyal terhadap Compaore mendeklarasikan sebuah kudeta pada Kamis, 17 September 2015. Selanjutnya, mereka menempatkan Jenderal Gilbert Diendere, bekas kepala staf Comapore, sebagai pemimpin baru Burkina Faso.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN