TEMPO.CO, BELFAST—Ketegangan politik di Provinsi Irlandia Utara, Inggris, yang telah memanas selama beberapa bulan terakhir, memuncak pada Kamis lalu. Menteri Pertama Irlandia Utara, Peter Robinson, mengumumkan pengunduran dirinya dari pemerintahan bersama kubu Protestan-Katolik. Keputusan ini terkait dua pembunuhan yang dikaitkan dengan kelompok teroris Irish Republican Army (IRA), sayap militer Sinn Féin, partai rival Robinson.
Robinson juga memastikan seluruh jajaran kementeriannya dari partai pro-Inggris dan Protestan, Democratic Unionist (DUP) juga akan ikut mundur. “Menteri-menteri DUP lainnya akan mengundurkan diri secepatnya, kecuali Arlene Foster,” kata Robinson. Meski, ia menambahkan, keputusan pengunduran diri itu masih bisa ditangguhkan pemerintah Inggris.
Foster, ujar Robinsin, tetap sebagai Menteri Keuangan sekaligus sebagai Menteri Pertama setelah Robinson mundur. Hal ini menurut Robinson untuk mencegah partai Sinn Féin, kubu nasionalis Katolik, tidak bisa mengambil alih atau mengambil keputusan terkait keuangan dan kebijakan lain yang mungkin merugikan Irlandia Utara.
Baik Inggris maupun Irlandia pada Jumat 11 September 2015 mendesak kubu Protestan dan Katolik untuk mempertahankan pemerintahan bersama yang mengakhiri kekerasan sektarian selama tiga dekade pada 1998 silam. Sebelum gencatan senjata, tercatat 3.600 warga Irlandia Utara tewas karena perseteruan kubu Protestan yang pro-Inggris dengan kubu Katolik yang pro-Irlandia.
“Jika pemerintahan bersama hancur, akan butuh waktu lama bagi Irlandia Utara untuk kembali normal,” tutur Enda Kenny, Perdana Menteri Irlandia kepada RTE.
Krisis politik ini dipicu oleh dua pembunuhan bekas anggota IRA, Gerard “Jock” Davison pada Mei lalu dan Kevin McGuigan tiga bulan kemudian. Penyelidikan polisi mencurigai kematian keduanya terkait oleh IRA, yang seharusnya sudah dibubarkan oleh Sinn Féin sejak gencatan senjata pada 16 tahun silam. Sehari sebelum Robinson mundur, tiga petinggi Sinn Féin diperiksa polisi, meski kemudian dilepaskan.
“Ini tak hanya soal pembunuhan, tapi juga status organisasi teror serta penyangkalan partai pemerintah, Sinn Féin,” kata Mike Nesbitt, pemimpin partai Ulster Unionist (UUP).
Namun pemimpin Sinn Féin menuding lawan politik mereka menggunakan pembunuhan sebagai dalih menghancurkan kerjasama politik. “IRA sudah mati. Krisis politik ini hanyalah bualan kubu pro-Inggris,” ujar Gerry Adams, pemimpin Sinn Féin.
REUTERS | BBC | WASHINGTON POST | SITA PLANASARI AQUADINI