TEMPO.CO, Singapura - Parlemen Singapura dibubarkan pada Selasa, 25 Agustus 2015, menyusul persiapan pemilihan umum negeri itu yang kemungkinan akan digelar tiga bulan lagi.
Pada pemilihan umum mendatang Perdana Menteri Lee Hsien Loong akan berusaha keras meraih kembali kekuasaannya di tengah kekhawatiran masalah imigrasi dan meningkatnya biaya hidup ketika roda perekonomian melemah.
Partai Aksi Rakyat (PAP), mesin politik yang telah berkuasa lebih dari 50 tahun, diperkirakan bakal meraih kekuasaan mayoritas dengan meraup 89 kursi di parlemen sebab kelompok oposisi saat ini sedang dilanda perpecahan.
Pesta demokrasi ini merupakan pemilihan umum pertama Singapura tanpa pengaruh orang tua PM Lee Hsien Loong yang juga disebut-sebut sebagai bapak kemerdekaan, yakni Lee Kuan Yew, yang meninggal pada Maret 2015.
Menurut hukum yang berlaku, pemilihan umum harus digelar tiga bulan setelah parlemen dibubarkan oleh Presiden Tony Tan Keng Yam. Tanggal pelaksanaan pemilihan umum akan diumumkan secara terpisah ketika calon anggota parlemen usai mendaftarkan diri ikut berlaga.
PM Lee Hsien Loong yang masa jabatannya berakhir hingga Januari 2017 berpidato di layar televisi pada Ahad, 23 Agustus 2015.
"Pemilihan umum ini akan menjadi peristiwa kritis. Anda akan memutuskan siapa yang bakal memerintah Singapura pada lima tahun akan datang. Namun lebih dari itu Anda akan menetapkan arah Singapura 50 tahun yang akan datang, Anda akan menentukan masa depan Singapura," ucapnya.
Singapura merayakan 50 tahun kemerdekaannya pada 9 Agustus 2015 dengan berbagai parade dan karnaval rakyat. Negeri ini memiliki percepatan pembangunan dan stablitas ekonomi di bawah kepemimpinan PAP.
ZEENEWS.INDIA | CHOIRUL AMINUDDIN