TEMPO.CO, Tripoli - Kelompok warga Amerika Serikat, Inggris dan Irlandia dilaporkan menekan pemerintah mereka untuk mencegah eksekusi mati yang akan dilaksanakan terhadap Abdullah al-Senussi, mantan orang kuat intelijen Libya. Pria 65 tahun itu memimpin badan intelijen Libya selama pemerintahan Muammar Qadafi.
Al-Senussi pekan lalu ia dihukum mati oleh pengadilan di Tripoli atas perannya dalam "menghasut genosida" selama perang sipil 2011 yang menggulingkan rezim Qadafi. Pemerintah Libya mengatakan, mereka berniat untuk mengeksekusi Senussi September mendatang.
Ian Allen, dalam intelnews.org edisi 5 Agustus 2015 menulis, para pejabat Amerika, Inggris dan Irlandia sedang didesak untuk melakukan intervensi untuk menghentikan eksekusi Senussi. Tujuannya, agar ia dapat membantu menjelaskan peran Libya dalam plot teroris internasional pada 1980-an dan 1990-an.
Karir Senussi melejit pada tahun 1970 setelah menikah dengan adik ipar pemimpin Libya itu. Akhirnya, ia menjadi salah satu pembantu yang paling terpercaya Qadafi, mengawalnya untuk sebagian besar perjalanan keliling dunia, termasuk untuk kebutuhan medis presiden Libya itu.
Selama pemerintahan Senussi, terutama pada 1980-an, Libya memperkuat hubungannya dengan kelompok-kelompok militan di Afrika, Timur Tengah dan Eropa. Soal inilah yang membuat beberapa pejabat Eropa dan Amerika menggambarkan dia sebagai "orang yang paling dicari di dunia".
Bulan lalu, Senussi menjadi satu dari sembilan mantan pembantu dan pejabat era Qadafi yang dihukum mati oleh pengadilan di ibukota Libya. Termasuk di dalamnya adalah salah satu putra Qadafi, Seif al-Islam al-Qadafi, serta eks Perdana Menteri Libya, Baghdadi al Mahmoudi.
Ironisnya, hukuman terhadap anak Qadafi tidak dapat dilaksanakan karena ia berada di tangan milisi di Libya barat. Mereka menolak untuk menyerahkan Seif ke pemerintah pusat di Tripoli sejak 2011. Sedangkan Senussi ditahan di Tripoli setelah ditangkap di Bandara Nouakchott Internasional di Mauritania, Maret 2012. Penangkapan ini diyakini akibat keberhasilan operasi intelijen yang dipimpin Prancis.
Sejumlah orang meyakini bahwa Senussi mengetahui rincian penting yang berkaitan dengan pemboman pesawat Pan Am 103 di atas Lockerbie, Skotlandia, yang menewaskan 270 orang pada 1988. Dia juga diduga memiliki informasi yang berkaitan dengan dukungan Libya untuk Provisional Irish Republican Army. Kelompok militan itu dikatakan telah menerima pelatihan, senjata, dan uang tunai dari pemerintah Libya pada 1980-an dan 1990-an.
Korban operasi IRA dan keluarga mereka terus menekan pemerintah Inggris untuk campur tangan mencegah eksekusi terhadap Senussi sejak ekstradisinya ke Libya dari Mauritania pada tahun 2013.
INTELNEWS.ORG | ABDUL MANAN