Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Perubahan Iklim Belum Jadi Kekhawatiran di Negara Maju

image-gnews
Angin kencang dari Badai Sandy menerjang perumahan di Southampton, New York, Amerika Serikat, Senin (29/10). Badai Sandy yang menerjang Pantai Timur mengakibatkan ratusan ribu warga mengungsi ke wilayah yang lebih tinggi. REUTERS/Lucas Jackson
Angin kencang dari Badai Sandy menerjang perumahan di Southampton, New York, Amerika Serikat, Senin (29/10). Badai Sandy yang menerjang Pantai Timur mengakibatkan ratusan ribu warga mengungsi ke wilayah yang lebih tinggi. REUTERS/Lucas Jackson
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Survei yang dilakukan Gallup menunjukkan persepsi masyarakat dari 119 negara yang relatif sejahtera tidak sadar akan dampak buruk yang bisa timbul dari perubahan iklim. Hanya 50 persen dari total peserta survei yang menganggap perubahan iklim sebagai ancaman serius.

Lebih dari 75 persen responden di Australia, Amerika Serikat, dan Inggris serta sejumlah negara Eropa lain sadar akan potensi masalah yang bisa timbul dari pemanasan global. Tapi hanya sedikit yang menganggap itu dapat merugikannya maupun keluarganya.

Dari jajak pendapat itu, hanya 50 persen responden di Australia, AS, Jerman, dan negara-negara Skandinavia yang menilai perubahan iklim sebagai ancaman.

Hal ini berbeda jauh dengan hasil jajak pendapat di kawasan Amerika Selatan, Asia, dan Afrika. Tingkat kekhawatiran akan bahaya perubahan iklim di semua negara Amerika Selatan mencapai 90 persen.

Level yang sama ditemukan di beberapa negara lain, seperti India, Meksiko, Tanzania, Maroko, dan Jepang. Negara yang disebut terakhir menjadi satu-satunya negara maju yang punya kekhawatiran sangat tinggi terhadap perubahan iklim.

Penelitian yang dibuat beberapa universitas di AS ini menemukan ada faktor berbeda yang menentukan kesadaran dan persepsi risiko dalam perubahan iklim di tiap negara.

Di Eropa, kesadaran tentang bahaya perubahan iklim mereka peroleh lewat pendidikan. Sedangkan di Afrika dan Asia, perubahan temperatur yang mereka rasakan langsung adalah penyebab utama munculnya kesadaran itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Analisis peneliti memanfaatkan survei Gallup dari 119 negara dengan pertanyaan seputar pengetahuan responden tentang perubahan iklim dan seberapa besar responden menganggapnya sebagai ancaman.

"Orang-orang mungkin saja sadar akan masalah ini, tapi mereka melihatnya tidak akan mempengaruhi mereka," ujar Dr Debbie Hopkins, ahli pemaknaan sosial terhadap perubahan iklim di University of Otago, Selandia Baru. "Hal itu bisa mencegah kita berbuat sesuatu dalam perubahan iklim."

Menurut Hopkins, banyak orang masih mengira isu ini tidak begitu penting bagi mereka. "Kita juga berbicara tentang suhu rata-rata global, dan ini sangat sulit dipahami banyak orang karena perubahan dua derajat kelihatannya tidak begitu banyak. Tapi anggapan itu akan hilang jika mereka tinggal di tempat dengan cuaca ekstrem," ucapnya.

Laporan media yang akurat dalam isu perubahan iklim dan diskusi yang melibatkan penduduk lokal yang terkena dampak, kata Hopkins, bakal membantu menjelaskan sejumlah ancaman perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan air laut dan gelombang panas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sejumlah lembaga penelitian menilai perubahan iklim seperti sekarang ini akan menimbulkan banyak dampak. Risiko yang timbul dari kenaikan suhu saja bisa menyebabkan konflik bahan bakar, peperangan, dan migrasi. PBB juga mengatakan jumlah bencana yang terjadi selama periode 2000-2009 tiga kali lebih banyak daripada era 1980-an.

THE GUARDIAN | BINTORO AGUNG S.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

3 hari lalu

Ilustrasi kekeringan: Warga berjalan di sawah yang kering akibat kemarau di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten. ANTARA FOTO/Fauzan/ama.
Jakarta dan Banten Masuki Puncak Kemarau pada Agustus 2024, Mundur Akibat Gejolak Iklim

Jakarta dan Banten diperkirakan memasuki musim kemarau mulai Juni mendatang, dan puncaknya pada Agustus. Sedikit mundur karena anomali iklim.


Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

9 hari lalu

Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto mengecek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur, Senin (18/3/2024), yang direncanakan menjadi lokasi upacara HUT Ke-79 RI pada 17 Agustus 2024. ANTARA/HO-Biro Humas Setjen Kemhan RI.
Masyarakat Adat di IKN Nusantara Terimpit Rencana Penggusuran dan Dampak Krisis Iklim, Begini Sebaran Wilayah Mereka

AMAN mengidentifikasi belasan masyarakat adat di IKN Nusantara dan sekitarnya. Mereka terancam rencana investasi proyek IKN dan dampak krisis iklim.


13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

9 hari lalu

Australia dalam sepekan harus menyiapkan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus corona di resor ski. Foto: @thredboresort
13 Persen Resort Ski Dunia Diprediksi Gundul dari Salju Pada 2100

Studi hujan salju di masa depan mengungkap ladang ski dipaksa naik ke dataran lebih tinggi dan terpencil. Ekosistem pegunungan semakin terancam.


Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

10 hari lalu

Pekerja menyelesaikan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis 15 Februari 2024. Pembangunan PLTS tersebut untuk fase pertama sebesar 10 megawatt (MW) dari total kapasitas 50 MW yang akan menyuplai energi terbarukan untuk IKN dan akan beroperasi pada 29 Pebruari 2024. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Studi Terbaru: IKN Nusantara dan Wilayah Lain di Kalimantan Terancam Kekeringan Ekstrem pada 2050

Kajian peneliti BRIN menunjukkan potensi kekeringan esktrem di IKN Nusantara dan wilayah lainnya di Kalimantan pada 2033-2050. Dipicu perubahan iklim.


BRIN Genjot Penelitian Mengenai Krisis Air, Apa Saja Solusi yang Dikembangkan?

15 hari lalu

Sejumlah warga Muara Angke membawa jerigen saat melakukan aksi di depan Gedung Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa, 22 Februari 2022. Para warga yang datang dari blok Limbah, blok Eceng dan blok Empang RW 022 Muara Angke ini menggelar aksi terkait krisis air bersih yang melanda di pemukiman mereka. Selain meminta layanan air bersih, mereka juga meminta agar PAM Jaya melakukan pelayanan suplai air minum menggunakan kios air sementara untuk warga sebanyak 293.208 liter per hari, dan pemberlakuan tarif air sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 57 tahun 2021 yaitu seharga Rp. 1.575,-/ meter kubik. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
BRIN Genjot Penelitian Mengenai Krisis Air, Apa Saja Solusi yang Dikembangkan?

BRIN mendorong penguatan riset dan inovasi terkait solusi krisis air. Berbagai teknologi pengelolaan air dikembangkan.


Komisi Fatwa MUI Pergi ke Kalteng dan Riau Sebelum Haramkan Deforestasi

27 hari lalu

Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Komisi Fatwa MUI Pergi ke Kalteng dan Riau Sebelum Haramkan Deforestasi

MUI mengeluarkan fatwa yang mengharamkan penggundulan hutan (deforestasi) serta pembakaran hutan dan lahan yang berdampak pada krisis iklim.


Ashoka dan Kok Bisa Seleksi 29 Finalis Penemu Solusi Krisis Iklim

28 hari lalu

Pengrajin membuat kerajinan daur ulang sampah di Bank Sampah Persatuan, Pondok Kelpa, Duren Sawit, Jakarta Timur, Jumat, 26 Januari 2024. Bank Sampah yang di dirikan pada 2019 ini memperkerjakan sejumlah ibu-ibu rumah tangga untuk membuat kerajinan dari olahan sampah plastik yang dijadikan menjadi tas, lampu hias hingga berbagai ornamen dan memiliki nilai jual mulai dari 30 ribu hingga 130 ribu per produknya. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Ashoka dan Kok Bisa Seleksi 29 Finalis Penemu Solusi Krisis Iklim

Ashoka dan Kok Bisa menyaring para pemilik inisiatif baru untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.


Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

29 hari lalu

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin saat ditemui seusai acara Media Lounge Discussion perihal cuaca ekstrem, Rabu 31 Januari 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi
Peneliti yang Sebut Puting Beliung Rancaekek Tornado Menilai Banyak Ilmuwan Tak Paham Perubahan Iklim

Peneliti di BRIN ini paparkan tiga fenomena cuaca ekstrem yang dulu tak dibayangkan bakal bisa terjadi di Indonesia


WALHI Apresiasi dan Beri Catatan Fatwa MUI soal Perubahan Iklim

29 hari lalu

Aktivis lingkungan WALHI Jakarta saat melakukan aksi di depan Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, Rabu 3 Agustus 2022. Dalam aksinya, aktivis mengkritisi Japan Energy Summit 2022  yang sedang berlangsung di Tokyo. Dalam pertemuan tersebut transisi energi masih memberi ruang terhadap solusi palsu untuk mengatasi perubahan iklim. TEMPO/Subekti.
WALHI Apresiasi dan Beri Catatan Fatwa MUI soal Perubahan Iklim

WALHI menyambut baik fatwa MUI nomor 86 tahun 2023 tentang Hukum Pengendalian Perubahan Iklim Global. Ada juga catatan atas fatwa itu.


Dirjen di KLHK Beberkan Cara Mitigasi Puting Beliung Rancaekek

29 hari lalu

Citra satelit yang menunjukkan pusaran awan penyebab puting beliung Rancaekek, Rabu sore, 21 Februari 2024. Foto : BRIN
Dirjen di KLHK Beberkan Cara Mitigasi Puting Beliung Rancaekek

Bencana puting beliung bisa terjadi di Rancaekek disebutkan karena faktor perubahan iklim dan kenaikan suhu global.