TEMPO.CO, Lisabon - Portugal memperketat hukum aborsi dengan menerapkan kebijakan berupa tagihan. Tujuannya, untuk memaksa wanita membayar dan memenuhi persyaratan prosedur yang lebih ketat sebelum menggugurkan kandungan.
Pada Rabu, 22 Juli 2015, keputusan itu diambil setelah mendapat dukungan koalisi tengah-kanan. Sempat terjadi perdebatan yang panas di parlemen setelah koalisi tersebut mendapat ejekan dari anggota parlemen oposisi.
Selain kedua syarat yang disebutkan di atas, parlemen juga mengadopsi aturan lain untuk hukum aborsi, termasuk persyaratan bahwa perempuan harus mendapatkan konseling psikologis dan sosial, serta nasihat perencanaan keluarga, sebelum menggugurkan kandungan.
Perdebatan bahkan sempat terganggu oleh kehadiran aktivis hak-hak perempuan, yang berteriak: "malu, malu!". "Sesi terakhir dari legislatif adalah eksploitasi, untuk mempermalukan wanita Portugis," kata Heloisa Apolonia.
Tapi Carlos Abreu Amorim, anggota dari pemerintahan Sosial Demokrat (PSD), berpendapat bahwa perubahan itu bukan masalah menghapus hak untuk aborsi, tetapi untuk memperbaiki kondisi saat wanita mengambil keputusan-keputusan sulit.
Aborsi adalah subyek yang tetap kontroversial di negara dengan mayoritas warganya penganut Katolik itu. Pemerintah telah menghadapi perlawanan yang keras dari Gereja gara-gara masalah ini.
Perempuan Portugis pertama kali memiliki hak hukum untuk melakukan aborsi, dibayar oleh negara hingga 10 minggu kehamilan, sejak disetujui oleh referendum pada 2007.
Sebelum itu, perempuan harus menerima hukuman sampai tiga tahun penjara karena melakukan aborsi, kecuali dalam kasus pemerkosaan atau jika ada bahaya bagi kesehatan ibu atau janin.
THE GUARDIAN | MECHOS DE LAROCHA