TEMPO.CO, N'Djamena - Polisi Chad akan menangkap siapa pun yang mengenakan penutup wajah burkak atau cadar. Keterangan tersebut disampaikan sehari setelah milisi Boko Haram melakukan serangan bom bunuh diri dengan cara mengenakan pakaian perempuan itu. Serangan tersebut menyebabkan 15 orang tewas.
Serangan pada Sabtu, 11 Juli 2015, yang terjadi di sebuah pasar di Ibu Kota N'Djamena itu juga melukai 80 korban lain dan menyebarkan kepanikan di seluruh negeri. Pelaku diduga meledakkan bom yang dililitkan ke badannya ketika langkahnya dihentikan petugas keamanan di pintu masuk pasar utama di kota tersebut.
"Serangan bom bunuh diri menjadi pemicu pelarangan mengenakan cadar," kata juru bicara kepolisian nasional Chad, Paul Manga. "Kami bertanggung jawab atas keselamatan banyak orang."
Manga memperingatkan bahwa siapa pun yang tidak taat terhadap hukum otomatis akan ditahan dan diseret ke pengadilan.
Mayoritas muslim Chad dilarang menutup seluruh wajahnya dengan alasan keamanan menyusul pengeboman oleh Boko Haram di sejumlah lokasi di Nigeria sebulan setelah mereka melakukan serangan di N'Djamena.
Petugas keamanan yang terdiri atas kepolisian dan pasukan militer terlihat di mana-mana di Ibu Kota pada Ahad, 12 Juli 2015. Mereka juga dikerahkan ke beberapa titik persimpangan, pasar, dan masjid.
Korban tewas terdiri atas sembilan perempuan yang berdagang di pasar tersebut. Peledakan bom itu menimbulkan ketakutan di kalangan pedagang dan pengunjung. "Apa yang terjadi di tempat lain, apa yang kami dengar dari laporan media massa, sekarang terjadi di sini," kata Zenaba, seorang pedagang.
Boko Haram mengaku bertanggung jawab atas serangan bom mematikan itu. Pengakuan tersebut disampaikan melalui Twitter.
Koalisi yang terdiri atas empat negara, yakni Nigeria, Niger, Chad, dan Kamerun, dilaporkan telah memberikan tekanan terhadap Boko Haram di kota dan desa-desa yang dikuasai mereka dalam sebuah operasi militer yang dimulai pada Februari 2015.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN