TEMPO.CO, Wakayama - Masih ingat dengan kisah seekor kucing bernama Tama yang menjadi kepala stasiun kereta api di Jepang? Kucing yang menghebohkan dunia karena menjadi kepala sebuah stasiun di Wakayama itu dikabarkan mati pada Senin, 22 Juni 2015, di sebuah rumah sakit.
Kucing dengan bulu tiga warna yang berhasil mendongkrak popularitas sebuah stasiun ini meninggal pada usia 16,2 tahun atau setara dengan 80 tahun umur manusia.
Tama, yang banyak menghiasi stasiun televisi di seluruh dunia, tak hanya mendongkrak popularitas, tapi juga menaikkan pendapatan stasiun dan sektor pariwisata. Sejak Tama menjadi trending topic di media, banyak turis lokal dan mancanegara yang berkunjung ke Wakayama untuk melihat kucing antik itu.
Seperti dilansir Japan Times, Kamis, 25 Juni 2015, banyak warga berduka atas kepergian Tama, termasuk Gubernur Wakayama Yoshinobu Nisaka. "Tama telah menjadi superstar bagi kami. Kucing itu telah memberikan kontribusi besar dalam mempromosikan pariwisata. Kematiannya merupakan duka yang mendalam," ujar Nisaka dalam sebuah pernyataan.
Sehari sebelum kematian Tama, Presiden Wakayama Electric Railway Mitsunobu Kojina menjenguk Tama, yang memang sudah terserang penyakit sejak lama. Kojima berharap Tama bisa segera sembuh. Saat itu Tama berdiri dan mengeluarkan suara meong yang kuat. Berdasarkan keterangan dokter, Tama mati karena gagal jantung akut.
Tama konon lahir di Stasiun Kanrojimae dari induk yang bernama Miko. Tama lahir dengan tiga saudara. Salah satu saudaranya mati dan dua lainnya diadopsi orang. Tama dan induknya dipelihara pemilik kios makanan dan minuman di dekat stasiun.
Tama akhirnya hidup dengan induknya dan seekor kucing lagi yang diberi nama Chibi, yang merupakan kucing yang dibuang pemiliknya di dekat stasiun yang akhirnya dibesarkan juga oleh induk Tama. Akhirnya, tiga kucing ini pun dikenal banyak orang dan disebut sebagai idola di stasiun. Namun Tama yang lebih banyak dikenal orang.
SETIAWAN ADIWIJAYA