TEMPO.CO, Helsinki- Di tengah kemiskinan kelaparan, pada akhir 1940-1950-an, Finlandia diharuskan membayar kerugian akibat Perang Dunia II kepada Rusia--dulu Uni Soviet. Finlandia melunasi dalam bentuk komoditas, mulai dari hasil pertanian, pertukangan, dan berbagai produk. Krisis ini dipandang sebagai momentum penting merapatkan barisan, saatnya mendorong reformasi.
Debat keras mewarnai hari-hari ketika itu. Langkah perubahan dan investasi masa depan Finlandia harus diambil. Pajak yang tinggi dan progresif, 30-50 persen dari penghasilan, diterapkan demi menopang sistem jaminan sosial. Tunjangan pensiun, kesehatan, dan terutama pendidikan, dirancang terpadu dan menyeluruh.
Liputan Sekolah Ajaib:
Sekolah Ajaib: Penyelamat Bangsa dari Kelaparan (1)
Sekolah Ajaib: Di Sini Profesi Guru di Atas Dokter (3)
Seperti menyerap semangat Santa Klaus, yang konon lahir di Lapland, Finlandia utara, negeri ini menjelma menjadi salah satu negara dengan sistem jaminan sosial, welfare system, terbaik di dunia. Semua anak di Finlandia lahir dengan bekal yang sama, yakni sebuah “kotak bayi” yang berisi 55 item perlengkapan bayi sampai umur satu tahun. Tunjangan bagi keluarga yang memiliki bayi berlangsung sampai si bayi berusia tiga tahun. Sungguh sebuah sistem yang progresif. Secara bercanda, Finlandia kerap dijuluki kapitalis merah muda, kapitalis yang sosialis.
Anita Leihkonen, Sekretaris Permanen Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Finlandia, menjelaskan bahwa unsur utama dalam welfare system Finlandia adalah pendidikan. Inilah resep utama menuju kemakmuran. “Tak ada yang bisa membantah itu dan kami telah membuktikan,” kata Leihkonen. Perlahan, sejak 1960-an, pendapatan Finlandia naik. Pendapatan per kapita (GDP) Finlandia pada 1960 tercatat US$ 1.179, hingga kini melompat di posisi US$ 49 ribu pada 2013. Sebagai perbandingan, Jerman pada 2013 mencatat GDP US$ 46 ribu.
Selanjutnya Resep Rahasia