TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia memprotes penyelesaikan kasus penyekapan dan penyiksaan yang menimpa 23 warga negara Indonesia oleh pengelola sebuah kasino di Kamboja.
Keduapuluh tiga orang WNI tersebut disekap secara ilegal oleh Dai Long Co. Ltd. (Grand Dragon Resort), perusahaan kasino dan judi online yangberlokasi di Chrey Thom, provinsi Kandal, Kamboja, sekitar 80-90 km jauhnya dari ibukota Phnom Penh. Mereka ditahan perusahaan karena dituduh penggelapan uang kasino sebesar Rp 2,1 miliar.
“Hasil verifikasi dan penyelidikan awal, KBRI menemukan dari 23 WNI yang disekap secara ilegal tersebut, tujuh orang diantaranya telah dilepaskan perusahaan karena tidak ditemukan bukti-bukti kuat atas tuduhan penggelapan,” tulis KBRI dalam rilis yang diterima Tempo, Kamis, 28 Mei 2015.
Sedangkan 16 orang lainnya yang masih ditahan, ditempatkan dalam ruangan yang tidak memadai. Yakni sebuah ruangan satpam yang hanya seluas 3x3 meter, tanpa alas tidur dan selimut. Tujuh orang yang dibebaskan, dipindahkan KBRI ke sebuah losmen di Phnom Penh.
Selanjutnya, enam WNI juga dilepaskan karena tidak cukup bukti. Mereka dikumpulkan bersama tujuh WNI lain yang telah dibebaskan sebelumnya. Sepuluh WNI lagi yang ditahan sudah dipindahkan ke penampungan imigrasi di bawah pengawaan kepolisian Provinsi Kandal.
“Keenam WNI yang baru dilepaskan itu kemudian melaporkan bahwa selama masa penahanan oleh perusahaan, telah terjadi aksi kekerasan dan penganiayaan terhadap tiga orang dari mereka,” kata KBRI Phnom Penh.
Mereka juga diancam dengan alat penyengat listrik oleh pimpinan kasino, Lim Pek. Namun tidak berani melaporkan tindakan penganiayaan dan ancaman ini pada saat pertemuan awal dengan KBRI, mengingat terdapat pula oknum tukang pukul dan preman kasino yang hadir pada pertemuan tersebut yang sebelumnya telah melakukan tindak kekerasan.
Bukan saja itu, dari hasil mediasi yang difasilitasi Jaksa Tinggi Pengadilan Provinsi Kandal, Lim Sokuntha, antara Jefri Sun, yang diduga melarikan uang perusahaan dengan perwakilan pihak kasino Dai Long Co. Ltd. di Restoran Le President, di Phnom Penh, Jaksa menemukan 10 WNI yang ditahan tidak terlibat seperti tuduhan.
Jefri juga dikonfrontasi oleh pihak kasino dengan bahasa non-Inggris, sehingga Jefri tidak paham dan mengaku bertanggung jawab atas kerugian kasino Rp 1,3 miliar, atau 70 persen dari tuntutan semula Rp 2,1 miliar.
Karenanya, KBRI minta agar kesepuluh WNI/TKI yang tak bersalah tersebut segera dibebaskan tanpa syarat. KBRI juga mendorong agar pihak berwenang Kamboja dapat secara adil dan netral melaksanakan tindakan hukum terhadap oknum-oknum kasino yang melakukan aksi penyekapan dan penganiayaan ala premanisme terhadap WNI.
“Kesemua oknum kasino tersebut masih dibiarkan bebas, sementara kesepuluh orang WNI/TKI yang dinyatakan tidak bersalah justru masih ditahan,” ungkap KBRI. “KBRI menyayangkan upaya menyelesaikan kedua kasus tersebut ternyata belum ditanggapi secara tulus oleh pihak berwenang Kamboja.”
Duta Besar RI untuk Kamboja, Pitono Purnomo, telah menemui State Secretary for Legal and Consular Affairs (setingkat Wakil menteri Luar Negeri), Long Visalo, untuk menyampaikan keprihatinan atas penyelesaian kasus ini yang berlarut-larut.
“Visalo menjanjikan bahwa dirinya dan segenap jajaran Kementerian Luar Negeri Kamboja akan membantu menyelesaikan kasus ini,” kata KBRI dalam rilisnya.
KBRI telah menyampaikan nota resmi kepada pihak berwenang Kamboja mengenai penyelesaian kedua kasus tersebut, yaitu nota protes kepada Kementerian Luar Negeri Kamboja (Nota No.131/PK/V/2015 tanggal 20 Mei 2015, No.137/PK/V/2015 tanggal 25 Mei 2015), dan surat tertulis kepada pejabat tinggi Kamboja (Surat Dubes RI kepada Kepala Kepolisian Kamboja, Jend. Neth Savoeun, No.135/DB/V/2015 tanggal 22 Mei 2015, Surat Dubes RI kepada Kepala Kepolisian Propinsi Kandal, Brigjend. Eav Chamroeun, No.136/DB/V/2015 tanggal 25 Mei 2015).
KBRI akan terus mengawal penyelesaian kasus ini dan memastikan agar seluruh WNI/TKI yang terlibat di dalamnya menerima perlakuan yang adil, sambil tetap menghormati proses hukum yang berlaku di Kamboja dan prinsip-prinsip dalam Konvensi Wina 1961 dan 1963.
Ketiga belas orang WNI/TKI yang telah dibebaskan sebelumnya akan secepatnya difasilitasi kepulangan mereka ke tanah air untuk bertemu dengan keluarga masing-masing. Menurut Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, mereka kembali ke Indonesia dengan tiket yang diupayakan oleh keluarga masing-masing dan diperkirakan tiba besok.
NATALIA SANTI