TEMPO.CO, Tel Aviv - Dalam sebuah konferensi khusus di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Israel, terungkap bahwa mantan Perdana Menteri Iran, Shapour Bakhtiar, pernah meminta agen Mossad di Teheran membunuh pemimpin Revolusi Islam, Ayatullah Khomeini. Bakhtiar adalah perdana menteri terakhir di negeri itu sebelum terjadi Revolusi Islam.
Ynet.news.com edisi 15 Mei 2015 menulis, informasi baru ini terungkap bersamaan dengan diterbitkannya sebuah buku baru dari Yossi Alpher, mantan pejabat tinggi badan intelijen Israel, Mossad. Dalam buku itu Alpher mengatakan Eliezer Tzafrir menerima permintaan dari Bakhtiar pada Januari 1979 untuk membunuh Khomeini yang saat itu tinggal di Paris setelah dideportasi dari Irak. Tzafrir adalah agen Mossad.
Sebelumnya, pemerintah Irak sempat menawarkan penyerahan Khomeini kepada Shah di Iran untuk dieksekusi. Tapi pemimpin Iran menolak tawaran itu dan sang pemimpin Revolusi Islam itu pun mendapatkan suaka di Prancis setelah dideportasi dari Irak.
Pada masa itu, Israel mempertahankan hubungan rahasia dengan Shah Iran dan melakukan sejumlah kesepakatan, termasuk penjualan secara luas senjata yang diproduksi di pabrik-pabrik Israel. Selain itu, kedua negara punya hubungan yang sangat dekat di bidang intelijen.
Setelah Tzafrir menerima permintaan yang berimplikasi serius tersebut, pesan itu disampaikan kepada pejabat Mossad di kantor pusat di Tel Aviv yang kemudian bertemu secara khusus untuk mendiskusikan pilihan mereka.
"Direktur Mossad Yitzhak Hofi mengumumkan pada awal pertemuan, ia cenderung tidak mendukung permintaan itu atas dasar moral, tapi ingin mendengar pendapat dari orang-orang yang hadir," kata Alpher. "Saya mengatakan kepada kepala Mossad, yang membuat saya sulit mendukung permintaan itu adalah kita tidak cukup tahu tentang apa dan siapa Khomeini itu."
Menurut Ynet.news.com, Alpher juga berkata, "Saya benar-benar menyesal tidak mendukung permintaan itu."
YNET.NEWS.COM | ABDUL MANAN