TEMPO.CO, Jakarta - Satu tim polisi Nepal telah menarik sekitar 50 jenazah yang di dalamnya termasuk para pemanjat tebing dari luar Nepal, dari satu wilayah tertimpa longsor salju.
Dengan demikian, jumlah korban meninggal akibat gempa bumi dahsyat pada 25 April lalu melonjak menjadi sekitar 7.000 orang. Tidak satu pun dari jenazah-jenazah itu teridentifikasi, kata Pravin Pokharel, Wakil inspektur polisi distrik Rasuwa di Nepal utara.
Pokharel, yang mengepalai tim polisi itu, mengatakan bahwa jenazah-jenazah itu ditarik Sabtu kemarin atau seminggu setelah gempa bumi dahsyat tersebut. Tim penyelamat akan kembali ke wilayah terpencil hari ini.
Sedikitnya 200 orang masih dikategorikan hilang, termasuk warga desa dan para pemanjat, kata Uddhav Bhattarai, birokrat senior di distrik ini. "Kami tidak mampu mencapai area lebih cepat karena hujan dan cuaca berkabut," kata dia melalui telepon.
Pemerintah mengatakan jumlah korban meninggal akibat gempa bumi sudah mencapai 7.040 orang dan jumlah korban luka 14.123 orang.
Pesawat dan personel militer Amerika Serikat akan tiba di Nepal hari ini, sehari lebih lambat dari jadwal, untuk membantu mendistribusikan bantuan ke daerah-daerah terparah di luar ibu kota Kathmandu.
Brigjen Marinir Paul Kennedy mengatakan kontingen militer itu termasuk paling sedikit 100 tentara, perangkat pencari dan enam pesawat militer yang dua di antaranya helikopter.
Tim ini tiba di tengah memuncaknya kritik atas tertumpuknya bantuan di bandara Kathmandu yang menjadi satu-satunya gerbang masuk internasional ke negara di Himalaya in, karena pemeriksaan kepabeanan.
Perwakilan PBB di Nepal Jamie McGoldrick mengatakan pemerintah mesti melonggarkan pemeriksaan ketat kepabeanan agar mengalir kencangnya arus bantuan dari seluruh dunia.
Namun pemerintah mengeluh karena menerima pasokan yang tidak dibutuhkannya seperti ikan tuna dan mayonnaise, sehingga petugas bandera mesti memeriksa ketat semua pengapalan bantuan darurat ini.
"Mereka seharusnya tidak menggunakan metodologi kepabeanan di masa normal," kata McGoldric dengan menegaskan semua bantuan semestinya dibebaskan dari pemeriksaan kepabeanan.
Nepal telah mencabut pajak impor bagi terpal dan tenda, namun juru bicara Kementerian dalam negeri Laxmi Prasad Dhakal mengatakan semua barang masuk dari luar negeri mesti diperiksa. "Ini hal yang mesti kita tempuh," sambung dia.
Para pejabat pemerintah Nepali mengatakan upaya mempercepat pengiriman bantuan ke wilayah-wilayah terpencil juga dibuat frustasi oleh kurangnya truk pengirim bantuan dan sekaligus pengemudinya, yang kebanyakan dari mereka pulang kampung untuk menolong anggota keluarganya.
"Lumbung-lumbung kami penuh dan kami punya persediaan pangan yang cukup, namun kami tidak mampu menyalurkan bantuan dengan lebih cepat," kata Shrimani Raj Khanal, manajer Nepal Food Corp.
Helikopter-helikopter militer telah menjatuhkan bantuan mie instan dan biskuit dari udara ke daerah-daerah terpencil namun penduduk membutuhkan beras dan bahan pokok lainnya untuk memasak, kata dia.
Banyak warga Nepal masih tidur di udara terbuka sejak gempa bumi itu terjadi karena takut kembali ke rumahnya. Tenda-tenda dipasang di stadion utama Kathmandu dan padang golfnya. Menurut PBB, 600.000 rumah hancur atau rusak.
PBB mengatakan 8 juta dari total 28 juta penduduk Nepal terkena dampak gempa. Dua juta di antaranya memerlukan tenda, air bersih, makanan dan obat-obatan sampai tiga bulan ke depan.
"Prioritas utama kini adalah mengirimkan bantuan dan perlindungan kepada rakyat sebelum musim hujan tiba dalam beberapa pekan. Ini makin merunyamkan penyaluran bantuan," kata Direktur Eksekutif Program Pangan Dunia Ertharin Cousin kepada Reuters. "Kekhawatiran kami adalah musim hujan akan segera tiba," kata dia.
Yang juga mengkhawatirkan adalah penyebaran penyakit. "Rumah sakit-rumah sakit sudah kelebihan pasien, air bersih langka, jenazah masih terkubur di reruntuhan dan orang masih tidur di ruang terbuka," kata Rownak Khan, Deputi perwakilan UNICEF di Nepal. "Ini adalah faktor sempurna bagi menyebarluasnya penyakit."
ANTARA