TEMPO.CO, Durban - Ribuan orang turun ke jalan di kota pantai Durban, Afrika Selatan, untuk melawan xenophobia, menyusul serangan terhadap warga asing di negeri itu. Xenophobia adalah ketakutan terhadap sesuatu serba asing.
Lebih dari 5.000 orang termasuk para pemimpin agama dan politik tumplak pada Kamis, 16 April 2015, setelah ada insiden penyerangan terhadap warga asing yang menyebabkan sedikitnya lima orang tewas sejak aksi serupa pada Maret 2015. Suasana unjuk rasa berjalan tenang, para demonstran menyanyikan lagu-lagu solidaritas.
"Saya rasa mereka turun ke jalan itu demi saudara-saudara kami sesama bangsa Afrika," kata warga Durban, Avastha Singh, kepada koresponden Al Jazeera, Haru Mutasa, di lokasi unjuk rasa. "Aksi ini sangat penting demi menunjukkan dukungan kami sebab xenophobia tidak boleh ditoleransi."
Namun demikian, di beberapa tempat di dalam kota, polisi sempat menembakkan gas air mata dan peluru karet guna membubarkan demonstran yang mendesak warga asing maupun asli Afrika meninggalkan kota tersebut.
Mereka menuduh warga asing non-Afrika Selatan itu merampok peluang kerja di negeri tersebut menyebabkan angka pengangguran di sana tinggi.
Berbicara di depan anggota parlemen, Kamis, 16 April 2015, Presiden Jacob Zuma menyebut unjuk rasa dibarengi penyerangan tersebut sebagai sesuatu yang mengejutkan dan tidak bisa diterima.
"Tidak pernah ada dalam hitungan bahwa frustasi dan kemarahan menjadi alasan pembenaran untuk menyerang warga asing dan menjarah toko. Kami mengutuk kekerasan karena bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut bangsa Afrika Selatan," ucap Zuma.
Di antara yang terkena dampak dari sentimen xenophobia tersebut warga asing berasal dari Somalia, Zimbabwe, Mozambik, Malawi, dan Nigeria.
AL JAZEERA | CHOIRUL