TEMPO.CO, Jakarta - Tidak banyak yang mengetahui kondisi terakhir mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, sampai akhirnya ia tutup usia pada Senin, 23 Maret 2015, dan jasadnya dikremasi pada Ahad, 29 Maret 2015.
Putri Kuan Yew, Lee Wei Ling, yang berprofesi sebagai dokter, mengungkapkan bahwa ayahnya mengidap penyakit Parkinson sejak tiga tahun lalu. Hal ini yang menyebabkan kondisi fisiknya menurun.
"Setelah Mama meninggal pada Oktober 2010, kesehatan Papa menurun drastis. Dalam lima tahun terakhir, ia berjuang senormal dan sebisa mungkin," kata Wei Ling dalam pidato perpisahannya untuk ayahnya di Mandai Crematoriun, Minggu malam, 29 Maret 2015.
"Dia mengalami kesulitan berdiri dan berjalan. Tapi dia menolak menggunakan kursi roda atau bahkan tongkat. Dia berjalan dengan dibantu pengawal pribadinya," kata Wei Ling, seperti dikutip dari Straits Time, Senin, 30 Maret 2015.
Penyakit Parkinson terjadi ketika sel-sel saraf di otak yang menghasilkan neurotransmitter dopamine mulai mati. Gejala-gejala utama Parkinson antara lain tremor dan kekakuan.
Wei Ling, yang menjabat Direktur National Neuroscience Institute, menjelaskan bahwa ayahnya mengalami gangguan pencernaan, seperti cegukan dengan intensitas sering. Kemampuan menelan makanan dan minumannya juga tak berfungsi.
Ia sempat mencoba berbagai macam terapi cegukan ortodoks untuk ayahnya. Misalnya menggunakan kulit kelinci dan bulu ayam untuk menginduksi bersin sehingga menghentikan cegukan. "Meskipun kadang-kadang bersin berhasil menghentikan cegukannya, itu tidak cukup konsisten," katanya.
Selain itu, Kuan Yew mencoba mengurangi asupan makanan. Sebab, ia meyakini makan terlalu banyak menyebabkan cegukan. Hal ini membuat pria kelahiran 16 September 1923 itu mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis.
Kuan Yew, kata Wei Ling, lebih memilih berjalan melalui tangga dibanding lift. Bahkan saat tubuhnya lelah pun Kuan Yew berjalan di atas treadmill selama 12 menit.
Kuan Yew meninggal pada usia 91 tahun, Senin, 23 Maret 2015. Ia sebelumnya sempat dirawat tiga minggu. Pemerintah Singapura menetapkan hari berduka selama tujuh hari hingga 29 Maret 2015.
THE STRAITS TIMES | DEWI SUCI