TEMPO.CO, Abuja - Militer Nigeria melanjutkan penahanan dua wartawan Al Jazeera, Ahmed Idris dan Ali Mustafa, di kamar hotelnya sejak Selasa pagi, 24 Maret 2015, waktu setempat. Penahanan dilakukan setelah dua jurnalis itu melakukan liputan operasi militer Nigeria melawan Boko Haram di Negara Bagian Borno.
Al Jazeera telah menjalin kerja sama dengan militer untuk melakukan liputan pemilihan presiden Nigeria yang digelar pada Sabtu, 28 Maret 2015. Dalam pernyataan yang beredar di media massa, militer Nigeria menuduh kedua wartawan melakukan tugasnya tanpa perlindungan, akreditasi, atau izin.
Keterangan militer Nigeria dibantah oleh pihak Al Jazeera karena keduanya, yang juga warga negara Nigeria, secara resmi telah mengantongi izin dari Komisi Pemilihan Umum Independen di Abuja.
Menanggapi peristiwa penahanan itu, Clement Nwankwo dari Policy and Legal Advocacy Centre di Abuja mengatakan militer perlu menyadari bahwa sorot mata dunia internasional ditujukan kepada proses pemilihan umum di Nigeria.
"Kami berharap penahanan ini hanyalah kesalahpahaman," ucapnya kepada Al Jazeera. "Namun, menurut saya, penahanan dua jurnalis selama empat hari ketika mereka melakukan tugasnya merupakan sebuah kesalahpahaman," tutur Nwankwo.
Idris, yang bergabung bersama Al Jazeera sejak 2010, memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun sebagai jurnalis. Sedangkan Mustafa adalah juru kamera yang menjadi bagian dari Al Jazeera sejak 2011.
Juru bicara Al Jazeera mendesak pihak berwenang Nigeria segera membebaskan Idris dan Mustafa. "Kami sangat kecewa terhadap militer Nigeria yang menghalang-halangi Al Jazeera membuat laporan dari lapangan. Penahanan jurnalis kami tanpa alasan merupakan serangan terhadap kebebasan pers," kata juru bicara.
AL JAZEERA | CHOIRUL