TEMPO.CO, Melbourne - Mantan Presiden dan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmao, mengumumkan dia telah berpisah dengan istrinya, Kirsty Sword Gusmao, warga negara Australia. "Kami ingin memberi tahu teman-teman, kolega, dan banyak pendukung keputusan kami untuk berpisah sebagai pasangan," kata Gusmao, 68 tahun, di Melbourne, di mana Kirsty kini tinggal bersama ketiga putra mereka.
"Seperti semua pasangan yang memutuskan untuk melakukan ini (berpisah), ini tidak mudah," ujar Xanana seperti dilansir Brisbane Times, Ahad, 22 Maret 2015.
Perpisahan itu mengakhiri pernikahan layaknya sebuah dongeng yang telah berlangsung selama 15 tahun. Seorang pejuang kemerdekaan jatuh cinta dengan agen intelijen, yang berusia 20 tahun lebih muda, yang mengunjunginya saat mendekam di penjara di Ibu Kota Jakarta.
"Kami berdua telah mengabdikan hidup untuk memperjuangkan kemerdekaan Timor Leste, kemudian seluruh kehidupan pernikahan kami melalui berbagai tahapan dan tantangan membangun negara," tuturnya.
Pengumuman perpisahan pasangan itu terjadi sebulan setelah Xanana mundur sebagai Perdana Menteri Timor Leste, dua bulan sebelum masa jabatannya berakhir.
Kirsty adalah agen intelijen dengan nama samaran "Ruby Blade" pada masa perjuangan kemerdekaan Timor Leste. Dia bertemu Xanana pertama kali di penjara Jakarta pada 1994. "Saya menjabat tangan Xanana dan berpura-pura tidak tertarik padanya," kata Kirsty dalam sebuah wawancara 2002.
Dibesarkan di Bendigo dan Melbourne, Kirsty fasih berbahasa Indonesia. Setelah menyelesaikan kuliah di Universitas Melbourne, Kirsty bekerja sebagai guru dan aktivis hak-hak asasi manusia di Jakarta. Saat itulah dia mulai meneruskan pesan dari Xanana di depan hidung polisi dan tentara Indonesia.
Xanana menjalani 7 tahun penjara sebelum dibebaskan pada 1999, setelah Timor Leste memilih berpisah dari Indonesia. Kirsty kemudian menjadi sekretaris Xanana dan mereka menikah pada 2000. Putra pertama mereka, Alexandre, lahir tak lama kemudian.
Selain menjadi ibu negara, Kirsty juga mendirikan Yayasan ALOLA pada 2001 untuk mendukung perempuan Timor Leste dan keluarganya. Dia juga menjadi Duta Pendidikan Timor Leste.
Pada 2008, Kirsty melindungi anak-anaknya dari gerilyawan yang menyusup masuk ke rumahnya di perbukitan di atas Kota Dili dalam upaya pembunuhan Xanana, setelah Presiden Timor Leste kala itu—Jose Ramos Horta—ditembak dan nyaris tewas di rumahnya. Dia lalu pindah sementara di Rosebud, pinggiran Melbourne, pada akhir 2012 sambil menjalani perawatan kanker payudara.
Xanana menyatakan Kirsty akan terus menjadi Presiden ALOLA dan akan sering mengunjungi Timor Leste tempat ketiga putranya lahir dan dibesarkan. Dia juga menyatakan akan meneruskan perannya sebagai Menteri Perencanaan dan Investasi Strategis serta kerap mengunjungi Melbourne, di mana ketiga putranya kini tinggal.
"Tentu saja kami menghadapi masa depan dengan kesedihan, tapi tidak ada penyesalan karena hubungan serta perjalanan kami unik dan kaya," kata Xanana. Dia menambahkan, mereka berdua akan terus bekerja sama demi kepentingan Timor Leste. "Ini adalah sesuatu yang anak-anak kami pahami sebagai warisan mereka."
"Dengan tiga anak laki-laki yang memiliki kewarganegaraan ganda dan multilingual, kami tetaplah orang tua yang berkomitmen dan menjaga hubungan keluarga untuk membesarkan anak-anak dan menjadi Timor Leste sebagai tempat yang lebih baik bagi mereka dan semua anak-anak Timor Leste," kata Xanana.
BRISBANE TIMES | NATALIA SANTI