TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kazakstan mempercepat jadwal pemilihan presiden, yang sedianya digelar pada tahun depan, menjadi 26 April mendatang. Keputusan tersebut diambil lantaran pada tahun depan negara tersebut juga akan melaksanakan pemilihan umum.
"Percepatan pemilihan presiden dimaksudkan untuk mencegah adanya tumpang-tindih dengan pemilu parlemen," tutur Askhat Orazbay, Duta Besar Kazakstan untuk Indonesia, kepada wartawan di kantornya di bilangan Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta, Rabu, 18 Maret 2015.
Keputusan tersebut diumumkan Presiden Nursultan Nazarbayev dalam pidatonya kepada rakyat Kazakstan beberapa waktu lalu. Berdasarkan Konstitusi Kazakstan, tumpang-tindih atau overlapping antara pilpres dan pemilihan parlemen tidak dibenarkan.
Awalnya, percepatan pilpres itu diusulkan Majelis Rakyat Kazakstan pada 14 Februari lalu. Majelis menyatakan percepatan pemilihan sangat krusial untuk menjamin keberlanjutan kebijakan saat ini dan memperkuat perekonomian negara. Inisiatif tersebut kemudian disetujui kedua Dewan Parlemen Kazakstan.
Menurut Orazbay, jajak pendapat yang dilakukan Demoscope—bagian dari International Journalism Center MediaNet—menunjukkan sebagian besar rakyat Kazakstan mendukung gagasan percepatan pilpres. Sebanyak 82 persen responden mengatakan akan ikut serta dalam pemilihan tersebut. Adapun lebih dari 57 persen responden yang mendukung percepatan pilpres beranggapan langkah itu tepat untuk menstabilkan situasi ekonomi, politik, dan sosial di Kazakstan di tengah kondisi dunia yang tidak menentu.
Jajak pendapat itu juga mengungkap bahwa 74 persen responden akan memberikan suara bagi Presiden Nazarbayev. Sebab, selama lebih dari 20 tahun kepemimpinan Nazarbayez, Kazakstan menjadi kekuatan ekonomi terbesar di Asia Tengah dan kedua terbesar di antara negara-negara persemakmuran.
Sejak merdeka pada 1991, pendapatan per kapita Kazakstan juga meningkat lebih dari 20 kali lipat, yakni dari US$ 700 menjadi US$ 14 ribu. "Selama 24 tahun terakhir, Kazakstan juga menarik lebih dari US$ 184 miliar investasi asing di berbagai sektor," ucap Orazbay.
Orazbay sangat antusias jika wartawan mancanegara, termasuk Indonesia, meliput pemilihan Presiden Kazakstan. Dia juga mengingatkan akreditasi pendaftaran di Kementerian Luar Negeri Kazakstan akan ditutup pada 18 April 2015.
Menurut Nargis Kassenova, profesor dari KIMEP University di Almaty, tidak ada intrik dalam keputusan Nazarbayev untuk mencalonkan diri lagi. Almaty merupakan bekas ibu kota Kazakstan sebelum pindah ke Astana. "Namun saya terkejut akan proposalnya untuk menjadikan (Kazakstan) negara liberal. Itu merupakan kabar baik," kata Kassenova, seperti dilansir situs The Diplomat.com.
Selain Nazarbayev, saat ini ada 20 kandidat yang sudah mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum. Sebanyak 8 juta dari 17 juta warga Kazakstan akan memberikan suara dalam pemilihan presiden mendatang.
NATALIA SANTI | THE DIPLOMAT.COM