TEMPO.CO, Jakarta - Setelah dilepas dari tahanan, Nurul Izzah akan tetap menjadi incaran polisi Malaysia. Anak dari tokoh oposisi Malaysia, Anwar Ibrahim, ini ketika ditangkap dikenai Akta Hasutan, sebuah undang-undang yang dibuat penjajah Inggris pada 1948.
Presiden Partai Keadilan Rakyat ini dilaporkan bekas anggota parlemen, Zulkifli Noordin, karena memberi komentar yang dianggap melecehkan pengadilan. Di parlemen, Nurul membacakan pernyataan ayahnya—kini dipenjara—yang mempertanyakan independensi pengadilan di Malaysia.
Nurul ditahan pada Senin lalu, namun pada Selasa sore, 17 Maret, ibu dua anak ini dilepaskan dari tahanan. Berikut ini lanjutan wawancara eksklusif Tempo dengan Nurul Izzah, melalui sambungan telepon beberapa jam setelah dibebaskan.
Apa yang Anda lakukan setelah ini?
Kami akan mempermasalahkan Ketua Polisi Negara Khalid Abu Bakar atas kesalahan dan kesilapan menangkap saya secara inkonstitusional. Alasan dia menangkap tidak bisa diterima, karena dasar hukum yang dipakai untuk menangkap saya itu sebenarnya menurut Mahkamah Rayuan (Pengadilan Banding), sudah tidak terpakai. Jadi, polisi tidak hanya tidak menghormati badan legislatif, tapi juga tidak menghormati perundang-undangan dan sistem hukum. Seolah-olah polisi ini otonom, punya kekuasaan mutlak di atas semua lembaga negara. Kami akan meminta Kepala Polisi Negara mempertanggungjawabkan tindakannya ini di hadapan parlemen.
Bagaimana tanggapan teman-teman di parlemen?
Saya dapat tepukan gemuruh dari teman-teman parlemen. Saya datang ke sana dengan baju yang sama dengan yang saya pakai di tahanan. Tapi isunya bukan saya. Isunya adalah soal demokrasi. Kalau ini dibiarkan, nanti semua akan menerima akibatnya. Saat ini memang terjadi pada saya, bisa jadi suatu saat akan terjadi pada mereka. Menurut saya, kewibawaan parlemen itu—baik oposisi maupun pemerintah—harus dijaga.
Bagaimana tanggapan anak-anak saat Anda ditangkap?
Mereka masih kecil, yang sulung masih 7,5 tahun, yang kedua 5,5 tahun. Yang nomor dua muntah-muntah seharian, demam, setelah saya ditangkap. Sedih, sih, tapi penting bagi mereka untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi. Saat tumbuh, mereka harus paham kenapa demokrasi itu penting. Saya enggak mau mereka selalu dilindungi, dimanja, diberi yang enak-enak saja, padahal kehidupan itu penuh cobaan.
Apa yang Anda katakan ke mereka?
Saya katakan, kalian harus berani dan kerjakan PR, ha-ha-ha... Keduanya penting.
Apakah Anda menangis dalam tahanan?
Oh, tidak... saya hanya menangis saat memeluk anak-anak saya ketika hendak ditangkap. Saya tidak mau menangis, karena saya ditangkap dengan zalim. Kita berjuang karena benar. Tidak perlu ada kesedihan. Ini adalah bagian dari perjuangan. Saya ucapkan terima kasih kepada petugas di tahanan, karena mereka memperlakukan saya dengan baik. Saya memandang penahanan ini sebagai suatu proses pembelajaran. Saya melihat semua itu dan merasakan betapa banyak yang perlu kita buat, mereformasikan sistem kenegaraan itu sendiri agar lebih adil.
Anda bersama tahanan lain?
Di sel sebelah saya ada seorang ibu, imigran ilegal dari Vietnam, bersama dua anaknya yang berumur 2,5 tahun dan 4,5 tahun. Saya mendengar mereka menangis. Tentu saja mereka menangis... saya saja yang dewasa merasakan sakit tidur di atas lantai, bagaimana dengan dua anak kecil itu. Saya juga melihat anak muda berumur 15 tahun ditahan karena dituduh terlibat ISIS.
QARIS TAJUDIN