TEMPO.CO, Jenewa - Duta besar Vatikan di Jenewa setuju penggunaan kekuatan guna melindungi kaum minoritas dari agresi kelompok militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) jika solusi politik tidak mempan.
Dalam sebuah wawancara dengan situs Katolik di Amerika Serikat, Crux, Uskup Agung Silvano Tomasi mengatakan langkah kaum militan yang ingin mendirikan kekhalifahan lintas negara setelah menguasai daratan di Suriah timur dan Irak utara dengan melakukan genosida harus dihentikan.
"Apa yang dibutuhkan saat ini adalah melakukan koordinasi dengan koalisi (pimpinan Amerika Serikat) guna melakukan tindakan yang memungkinkan dengan cara politik tanpa kekerasan," ujar Tomasi kepada Crux, Jumat, 13 Maret 2015. "Namun, jika solusi politik tidak memungkinkan, jalan satu-satunya adalah dengan kekuatan senjata."
Pernyataan Tomasi itu disampaikan terkait dengan kecaman Paus Fransiskus terhadap ISIS yang memenggal 21 warga Kristen Koptik di Libya pada Februari 2015. Komentar duta besar ini dilansir pada hari yang sama oleh sekelompok negara yang dipimpin oleh Vatikan, Rusia, dan Libanon. Dalam pernyataannya, mereka menyeru komunitas internasional agar mendukung seluruh etnis dan pemeluk agama di Timur Tengah.
Vatikan menyatakan lebih dari 60 negara, termasuk Amerika Serikat, mendukung pernyataannya. "Umat Kristen saat ini kehidupannya terancam."
Dalam wawancara itu, Tomasi menekankan bahwa kekuatan itu diperlukan tidak hanya untuk melindungi umat Kristen yang jumlahnya minoritas. Vatikan juga ingin ada upaya melindungi dari serangan ISIS. Kelompok ini telah memenggal sandera asal Arab dan Barat serta menculik atau membunuh umat agama lain.
"Umat Kristen, Yazidis, Syiah, Sunni, Alawit, semua adalah manusia yang memiliki hak untuk dilindungi," katanya. "Umat Kristen saat ini menjadi sasaran utama penyerangan. Tapi kami ingin melindungi semuanya, tanpa kecuali."
AL ARABIYA | CHOIRUL