TEMPO.CO, Washington - Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Rodham Clinton ternyata menggunakan e-mail pribadi selama menjalankan tugasnya di pemerintahan selama empat tahun. Ia tidak mempunyai e-mail resmi pemerintah.
Para stafnya juga tidak membuatkan e-mail resmi pemerintah untuk Hillary sesuai peraturan yang berlaku. Setelah meletakkan jabatannya, sejumlah penasihat Hillary bekerja untuk memilah puluhan ribu e-mail pada akun pribadi istri Presiden Amerika Serikat ke-42, Bill Clinton, itu. Hasilnya, 55 ribu halaman e-mail dikategorikan milik pemerintah.
Seperti diberitakan New York Times, 2 Maret 2015, Hillary bakal dijerat melakukan pelanggaran hukum karena tidak menggunakan e-mail resmi pemerintah dalam menjalankan tugasnya.
Direktur Keamanan Arsip Negara Thomas S. Blanto menyesalkan ketiadaan e-mail resmi untuk Hillary. "E-mail pribadi tidak aman. Pejabat senior seharusnya tidak boleh menggunakannya," kata Blanton.
Terungkapnya kasus e-mail pribadi Hillary ini memunculkan kembali kritik yang sejak lama disuarakan kepada Hillary dan Clinton, suaminya, yang dituding tidak transparan dan cenderung bersikap merahasiakan sesuatu.
Satu komisi di parlemen menemukan Hillary tidak punya akun e-mail resmi pemerintah saat melakukan investigasi kasus serangan ke Konsulat Amerika di Benghazi, Libya. Komite, yang mengkaji e-mail pribadi Hillary, menemukan 300 e-mail atau sekitar 900 halaman tentang serangan Benghazi.
Hillary tidak berkomentar atas temuan dirinya tidak menggunakan e-mail resmi pemerintah AS dalam menjalankan tugasnya sebagai menteri luar negeri. Hillary meletakkan jabatan itu pada 2013.
NEW YORK TIMES | MARIA RITA