TEMPO.CO , Sidney - Pemerintah Australia mengeluarkan ultimatum pada pemerintah Joko Widodo bila bersikeras mengeksekusi mati dua warganya yang masuk dalam jaringan Bali Nine, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Pemerintah Negeri Kangguru akan mempertimbangkan kembali pemberian izin bepergian pada warganya yang hendak ke Indonesia.
"Ultimatum itu akan menjadi aksi boikot bila pemerintah Indonesia tak mengurungkan rencananya mengeksekusi warga negara Australia," kata Menteri Luar Negeri, Julia Bishop, seperti dikutip harian terkemuka lokal Sidney Morning Herald pada Jumat, 13 Februari 2015.
Julia menambahkan keputusannya ini kemungkinan besar ditentang oleh warganya yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu destinasi wisata favorit. "Saya berpikir warga Australia akan menggelar demonstrasi besar-besaran karena hal itu terkait keputusan mereka berwisata di musim libur," ujarnya.
Ultimatum itu dilayangkan Bishop setelah mengetahui perkembangan eksekusi Chan dan Sukumaran. Dua terpidana mati ini baru saja dipindahkan dari Denpasar ke Lapas Nusakambangan, Cilacap. Perpindahan itu masuk sebagai bagian dari rencana eksekusi penyelundup heroin itu.
Pemerintah Australia juga sedang melewati perdebatan panas menyikapi eksekusi Chan dan Sukumaran. Di hadapan parlemen, Bishop mengkritik keras penolakan grasi oleh Presiden Jokowi. Menteri dari Partai Liberal itu juga mempertanyakan efektifitas hukuman mati bagi peredaran narkoba di Indonesia. "Eksekusi dua pemuda itu tak akan menyelesaikan momok peredaran narkoba di negeri itu," kata Bishop.
Salah satu pejabat tinggi parlemen di Australia, Micheal Kirby, justru tak khawatir bila larangan warga Australia berwisata ke Indonesia menjadi kenyataan. Menurut dia, turis asal Negeri Kanguru bisa mencari alternatif wisata selain Bali. "Fiji bisa menjadi salah satu pilihan terbaik," kata Kirby.
Namun, bila aksi boikot itu benar-benar terjadi, maka hal itu dipastikan mempengaruhi investasi Jakarta-Canberra yang mencapai US$ 5 miliar. Sebab, pariwisata menjadi salah satu faktor penyumbang nilai perdagangan besar di antara kedua negara itu pada 2013-3014.
RAYMUNDUS RIKANG | SIDNEY MORNING HERALD