TEMPO.CO, WASHINGTON,DC— Presiden Amerika Serikat Barack Obama untuk kalinya menuturkan kisah tentang kekecewaan terbesar dalam hidupnya, dalam wawancara personal yang sangat jarang terjadi, kepada blog fotografi ternama, Humans of New York, di Gedung Putih.
Seperti dilansir MSNBC pada Jumat waktu setempat, kisah mengenai kekecewaan Obama saat gagal terpilih sebagai anggota Kongres pada 1999 ini diungkapkannya saat bertemu Brandon Stanton, pria dibalik blog yang kini menjadi bahan pembicaraan di dunia maya karena keberhasilannya mewawancara dan merekam kehidupan warga Kota New York.
Baca Juga:
“I first ran for Congress in 1999, and I got beat. I just got whooped," Obama said. "But the thing that got me through that moment, and any other time that I’ve felt stuck, is to remind myself that it’s about the work. Because if you’re worrying about yourself—if you’re thinking: ‘Am I succeeding? Am I in the right position? Am I being appreciated?’ --- then you’re going to end up feeling frustrated and stuck. But if you can keep it about the work, you’ll always have a path."
(“Saya pertama kali mencalonkan diri untuk Kongres pada 1999, dan kalah. Saat itu saya merasa terpuruk. Tetapi saya berhasil melewati saat terberat itu, dan setiap kali saya menghadapi masa sulit, saya akan selalu mengingat mengenai pekerjaan yang harus diselesaikan. Karena jika Anda berpikir mengenai kesuksesan, penghargaan hingga posisi yang layak diterima; Anda hanya akan merasa frustasi. Tapi jika terus bekerja, Anda akan menemui jalan keluar),” kata Obama kepada Stanton.
Pertemuan Obama dengan Stanton sejatinya berawal dari kisah Vidal Chastanet, bocah berusia 13 tahun yang menjadi popular berkat fotonya di proyek Humans of New York. Obama mengundang Vidal; kepala sekolahnya Nadia Lopez; dan pengelola Humans of New York Brandon Stanton. Selama pertemuan tersebut, Obama menjawab sejumlah pertanyaan yang biasanya juga diajukan Stanton kepada warga New York yang ia temui di jalanan.
Obama juga menuturkan ibunyalah, Stanley Ann Dunham, sebagai sosok paling berpengaruh dalam hidupnya.
“She had me when she was 18 years old, and my father left when I was one year old, so I never really knew him. Like a lot of single moms, she had to struggle to work, and eventually she also struggled to go to school. And she’s really the person who instilled in me a sense of confidence and a sense that I could do anything. She eventually went on to get her PhD. It took her ten years, but she did it, and I watched her grind through it. And as I got older, like everyone else, I realized that my mother wasn’t all that different than me. She had her own doubts, and fears, and she wasn’t always sure of the right way of doing things. So to see her overcome tough times was very inspiring. Because that meant I could overcome tough times too.”
(“Dia memiliki saya saat masih berusia 18 tahun. Setahun kemudian ayah saya pergi. Seperti ibu tunggal lainnya, ia harus berjuang untuk bekerja dan sekolah. Dari beliaulah saya memiliki rasa percaya diri dan yakin bahwa saya bisa melakukan apapun. Dia akhirnya memperoleh gelar Doktor meski harus melalui satu dekade. Saat saya semakin dewasa; saya paham bahwa beliau juga memiliki ketakutannya, kekhawatirannya dan keraguannya. Sehingga setiap kali ai berhasil melewati masa sulit, saya juga yakin bisa melewati masa sulit saya sendiri).”
L HUFFINGTON POST | MSNBC NEWS | SITA PLANASARI AQUADINI