TEMPO.CO, Jakarta - Korban tewas dalam kecelakaan pesawat TransAsia yang jatuh ke sungai di Taipei tak lama setelah lepas landas bertambah menjadi 31 orang, pejabat Taiwan mengatakan pada Kamis, 5 Februari 2015.
Jumlah ini diperkirakan akan meningkat dengan 12 orang yang masih belum ditemukan hingga saat kini. TransAsia penerbangan GE235, membawa 58 penumpang dan awak, berputar di atas jalan tol, menabrak pembatas jalan layang lalu jatuh ke Sungai Keelung di Taipei sesaat setelah lepas landas dari Bandara Songshan pada Rabu, 4 Februari 2015.
Dilansir CNN, Administrasi Penerbangan Sipil Taiwan (CAA) mengatakan 15 orang selamat dari bencana itu. Tiga dari mereka yang selamat adalah bagian dari 31 turis yang berasal dari Tiongkok Daratan. Pilot dan kopilot pesawat turboprop ATR 72-600 yang nahas itu ikut tewas dalam kecelakaan.
Menyusul tragedi TransAsia, otoritas Taiwan dilaporkan akan lebih menekan maskapai itu untuk meninjau pemeliharaan dan prosedur keselamatan setelah insiden menimpa maskapai itu untuk kedua kalinya dalam tujuh bulan.
Data penerbangan menunjukkan GE235 yang jatuh pada Rabu adalah pesawat kelima TransAsia yang mengalami kecelakaan sejak 1995.
Kecelakaan GE235 pada Rabu kemarin terjadi hanya tujuh bulan setelah TransAsia ATR 72-500 jatuh saat mencoba mendarat di Pulau Penghu, menewaskan 48 dari 58 penumpang dan awak kapal.
Ada dua kecelakaan fatal lain dan dua insiden besar dalam sejarah TransAsia, menurut data dari Flightglobal Ascend, sebuah konsultan industri penerbangan. Pada Desember 2012, ATR 72-200 kargo jatuh dalam perjalanan ke Macau dari Taipei, menewaskan dua awak pesawat. Pada 1995, sebuah ATR 72-200 menabrak sebuah bukit dekat Songshan, menewaskan empat awak.
Pada 2003, pesawat Airbus A321 ditarik setelah bertabrakan dengan kendaraan yang masuk ke landasan pacu saat pesawat itu mendarat. Setahun kemudian, sebuah Airbus A320 mengalami kerusakan parah ketika melampaui landasan pacu saat mendarat di Bandara Songshan. Tidak ada korban jiwa dalam dua insiden terakhir.
Sementara itu, penyelidikan terkait dengan bencana yang terbaru akan berfokus pada prosedur kokpit dan masalah pemeliharaan di maskapai penerbangan itu, kata Greg Waldron, Editor Asia di Flightglobal. “Terjadi begitu cepat setelah kecelakaan bulan Juli, maskapai ini bisa berada di bawah pengawasan ketat oleh regulator, belum lagi dampak ini akan menimbulkan persepsi publik soal maskapai,” tambahnya.
Taiwan memiliki catatan keselamatan udara yang buruk dari tahun 1980-an sampai awal 2000-an karena beberapa kecelakaan fatal, terutama pada perusahaan penerbangan China Airlines.
Sebelum insiden TransAsia tahun lalu, kecelakaan fatal di Taiwan terjadi pada Mei 2002 ketika China Airlines Boeing 747-200 meledak di udara dalam perjalanan ke Hong Kong, menewaskan keseluruhan 225 orang di dalamnya. Hal itu mendorong pemerintah Taiwan, dengan bantuan dari lembaga seperti Asosiasi Transportasi Penerbangan Internasional (IATA), untuk mengubah badan regulasi badan penerbangan negara itu.
China Airlines juga meninjau prosedur mereka lolos Audit Operasional Keamanan Internasional (IOSA) pada 2005, yang berarti bahwa maskapai itu memenuhi standar keselamatan global.
Fokus pemerintah Taiwan saat ini adalah pada TransAsia, yang terdaftar di bursa Taiwan pada November 2011 dan tetap menjadi pemain yang jauh lebih kecil dari China Airlines dan EVA Air. TransAsia, yang juga memiliki Airbus A320 dan A330, terutama beroperasi dari Taiwan ke tujuan Asia Timur Laut lainnya di Tiongkok dan Jepang. Maskapai juga memiliki layanan ke Korea Selatan, Makau, Thailand, dan Kamboja.
CNN | WINONA AMANDA