TEMPO.CO, Paris - Maurice Sinet atau lebih dikenal dengan nama samaran Sine dituduh "menimbulkan kebencian rasialis" setelah menulis sebuah kolom dalam tabloid mingguan satire Charlie Hebdo. Tuduhan ini menimbulkan debat sengit di kalangan intelektual Paris, yang akhirnya menyebabkan Sine dipecat pada 27 Januari 2009. (Baca: OKI Kutuk Serangan Charlie Hebdo)
Peristiwa ini terjadi saat Jean Sarkozy, putra Nicolas Sarkozy, bertunangan dengan pengusaha barang elektronik, Jessica Sebaoun-Darty, yang berdarah Yahudi-Prancis. Mengomentari rumor tak berdasar bahwa putra Presiden Prancis kala itu berencana pindah agama menjadi Yahudi, Sine menyindir, "Anak kecil itu akan sukses." (Baca: Cetak Ulang Kartun Nabi, Surat Kabar Jerman Diteror)
Editor Charlie Hebdo, Philippe Val, segera menyuruh Sine untuk meminta maaf. Namun Sine menolaknya. Keputusan Val untuk memecat Sine didukung oleh sekelompok intelektual terkemuka, termasuk filsuf Bernard-Henry Levy. Tetapi kubu liberalis sayap kiri membelanya dengan alasan kebebasan berpendapat. (Baca: Kartunkan Muhammad, Charlie Hebdo Dikritik Obama)
Sejumlah pria menembak kantor redaksi majalah satire Charlie Hebdo pada Rabu, 7 Januari 2015, setelah mencuit kartun pemimpin kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah. Namun bukan itu alasan penembak. Mereka membalas dendam karena media itu pernah memuat kartun Nabi Muhammad pada edisi November 2011. Charlie Hebdo beralasan karya jurnalistik mereka sebagai ekspresi kemerdekaan pers dan berpendapat.
THE TELEGRAPH | WINONA AMANDA
Baca juga:
Mabes Polri Benarkan Kerahkan Pasukan ke KPK
Mayra Hills, Pemilik Dada Terbesar di Dunia
Cara Gampang Jokowi 'Cut' Budi Gunawan
Megawati Pertanyakan Status Tersangka Budi Gunawan