TEMPO.CO, Jakarta - Pesawat AirAsia QZ8501 rute Surabaya-Singapura diduga menaikkan ketinggian sampai melewati ambang batas kemampuan pesawat sebelum jatuh ke laut. Dugaan itu muncul berdasarkan data dari radar yang diperiksa tim investigasi. (Baca: Kapal Malaysia Temukan Tangga Darurat Air Asia)
"Sejauh ini, angka yang diambil dari radar luar biasa tinggi. Tingkat kenaikan sangat tinggi, bahkan terlalu tinggi. Tampaknya melebihi kemampuan pesawat," kata seorang sumber seperti dikutip dari Businessinsider, Kamis, 1 Januari 2014.
Pesawat AirAsia QZ8501 dinyatakan hilang kontak pada Ahad pagi, 28 Desember 2014. Setelah 36 menit lepas landas dari Bandara Juanda, Surabaya, pilot QZ8501, Kapten Irianto, sempat meminta izin ke menara pengawas di Bandara Soekarno-Hatta untuk menaikkan ketinggian dari 32 ke 38 ribu kaki dan belok ke kiri untuk menghindari cuaca buruk.
Dua menit kemudian, menara pengawas meminta pesawat AirAsia QZ8501 berbelok ke kiri sejauh tujuh mil dan menaikkan ketinggian ke 34 ribu kaki. Namun tidak ada tanggapan dari kokpit. Pesawat sempat terekam radar menara pengawas sebelum menghilang sekitar pukul 06.18 WIB.
Berdasarkan gambar yang diduga bocor dari AirNav Indonesia, AirAsia QZ8501 berada di ketinggian 36 ribu kaki dengan kecepatan sekitar 353 knot. Namun seorang sumber di AirNav menolak mengomentari benar-tidaknya gambar tersebut. (Baca: Data Armada dan Pasukan Pencari Air Asia QZ8501)
Kepada Reuters, dua pilot veteran mengatakan, jika gambar tersebut akurat, besar kemungkinan pesawat naik secara tiba-tiba dan kemudian kehilangan kecepatan. Kondisi tersebut menyebabkan pesawat melayang-layang di udara sebelum terjun ke laut.
Salah satu pilot itu menjelaskan, pesawat Airbus A320 menggunakan kecepatan sekitar 516 knot saat di ketinggian 32 ribu kaki. Jika terjadi turbulensi, pesawat akan melambat. "Bila naik demi menghindari turbulensi, Anda harus memperlambat kecepatan untuk naik ke tingkat yang lebih baik," katanya. "Namun jika naik secara tiba-tiba dan kehilangan kecepatan, Anda akan berhenti (atau mesin mati)."
Namun data dari radar, menurut sumber pertama, masih harus dilengkapi dengan rekaman suara di kokpit (VCR) dan rekaman data penerbangan (FDR) atau kotak hitam. "Dengan CVR dan FDR, kita dapat melihat apa yang terjadi di kokpit dan pesawat. Kita dapat menyimpulkan bahwa informasi radar akurat," ujarnya. (Baca: QZ8501 Diduga Malah Melambat Saat Ubah Ketinggian)
SINGGIH SOARES