TEMPO.CO, Jakarta - Konferensi Para Pihak atau United Nations Framework Convention on Climate Change menyoroti masalah pendanaan pengurangan emisi. Syarat pengucuran duit kepada negara berkembang adalah negara itu harus mampu mengelola dengan baik. Profil Indonesia sebagai negara dengan angka korupsi yang tinggi menjadi sorotan dunia. (Baca: Sukses Emisi Karbon Pati Dibawa ke Konferensi Peru)
Ketua Harian Dewan Nasional Perubahan Iklim sekaligus Ketua Delegasi Republik Indonesia, Rachmat Witoelar, mengatakan Indonesia mendapat dukungan dari dunia internasional terhadap upaya mengatasi dampak perubahan iklim.
Rachmat mengklaim Indonesia saat ini lebih maju dalam mengatasi deforestasi. "Indonesia menargetkan penurunan emisi 30 persen pada tahun 2020," kata Rachmat. Konferensi Perubahan Iklim berlangsung di Pentagonito, San Borja, Lima, Peru, sejak Ahad, 1 Desember 2014. Konferensi ditutup pada Sabtu, 13 Desember waktu lima, atau Ahad, 14 Desember waktu Jakarta. (Baca: Isu Lingkungan Maritim Dibahas di Konferensi Peru)
Rachmat mengatakan pendanaan dari dunia itu, untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Dia menyebutkan sejumlah contoh dampak perubahan iklim global terhadap Indonesia. Rachmat merujuk pada data Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Pulau-pulau kecil di Indonesia saat ini sudah mulai menghilang akibat kenaikan permukaan air laut dan pemanasan global. Data terakhir BMKG menunjukkan jumlah pulau kecil yang menghilang bertambah dari belasan menjadi 24 pulau. (Baca: Mural 'Jantung' Warnai Konferensi Perubahan Iklim)
Indonesia mempunyai banyak pulau sehingga situasinya kian bertambah sulit. "Pulau Jawa terancam terkena rob dan tidak bisa dihuni," kata Rachmat.
SHINTA MAHARANI (LIMA, PERU)
Baca berita lainnya:
Pramugari AirAsia Disiram Air Panas, Ini Sebabnya
Tutut Minta Putusan Arbitrase TPI Dibatalkan
Mereka yang Terpilih, Tokoh Tempo 2014
Prabowo Disebut Pernah ke Kantor Gubernur Fahrurrozi
Tagar Tentang Jokowi Paling Cepat Tersebar di 2014