TEMPO.CO, Washington - Para pejabat federal bersiap untuk menghadapi kemungkinan adanya kekerasan terhadap sejumlah fasilitas Amerika Serikat di seluruh dunia saat Senator akan mempublikasikan laporan yang merinci praktik penyiksaan yang dilakukan badan intelijen negara itu, Central Intelligence Agency (CIA), paska serangan 11 September 2001. Rencananya, laporan itu akan dipublikasikan Selasa (9/12) pagi waktu AS, atau Selasa malam waktu Indonesia.
Laporan yang akan dirilis Komite Intelijen Senat itu adalah ringkasan 500 halaman, dari total laporan 6.200 halaman soal penggunaan teknik interogasi waterboarding dan "teknik interogasi yang disempurnakan" oleh CIA terhadap tahanan Al-Qaeda selama pemerintahan George W. Bush. Pemerintah AS menilai Al-Qaeda merupakan otak dari serangan 11 September 2001 yang menewaskan sekitar 3.000 orang.
"Ada beberapa indikasi bahwa publikasi laporan itu dapat menyebabkan risiko yang lebih besar terhadap fasilitas dan orang AS di seluruh dunia," kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest, Senin 8 Desember 2014. "Jadi pemerintah telah mengambil langkah-langkah bijaksana untuk memastikan bahwa tindakan pencegahan keamanan yang tepat sudah disiapkan di fasilitas AS di seluruh dunia."
Publikasi laporan itu oleh Komite Intelijen Senat memicu perdebatan sengit di Kongres. Beberapa anggota parlemen mengatakan, penting laporan itu dibuka kepada publik sehingga pemerintah AS tidak akan pernah lagi menggunakan penyiksaan sebagai metode interogasi. Lainnya mengatakan, publikasi ini akan mengobarkan kelompok-kelompok ekstremisyang di Timur Tengah dan di tempat lain dan mengancam kehidupan diplomat AS, anggota militer dan orang Amerika lainnya di luar negeri.
Meski praktik penyiksaan itu tidak sepenuhnya baru, laporan itu akan mengungkap detail dan luasnya praktek-praktek interogasi kontroversial yang berlangsung di pusat-pusat penahanan rahasia CIA di Timur Tengah dan Asia. Laporan itu juga akan mengindikasikan bahwa CIA berusaha untuk menyembunyikan apa yang mereka lakukan dari Kongres dan Gedung Putih. Hal yang paling kontroversial lainnya adalah, laporan itu akan menyimpulkan bahwa taktik keras CIA gagal untuk mengumpulkan informasi yang berguna untuk menyelamatkan nyawa orang Amerika.
"Presiden yakin bahwa, pada prinsipnya, penting untuk membuka laporan itu, sehingga orang-orang di seluruh dunia dan orang-orang di sini di dalam negeri memahami persis apa yang terjadi," kata Josh Earnest. Dia menambahkan bahwa "Hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi."
Seorang mantan pejabat CIA yang menjalankan program interogasi, menyalahkan laporan tersebut. Jose Rodriquez Jr, mantan kepala National Clandestine Service CIA, mengatakan, CIA melakukan apa yang diminta Kongres setelah peristiwa serangan 11 September 2001. Ia juga mengkritik kesimpulan dari laporan yang dibuat Komite Intelijen Senat itu.
"Kesimpulan dari laporan itu yang bocor, yang telah dilaporkan secara luas, bahwa program interogasi tidak membawa nilai intelijen adalah kebohongan mengerikan. Itu adalah upaya tidak jujur untuk menulis ulang sejarah," tulis Rodriguez dalam kolom di Washington Post. "Saya bingung bahwa Senat bisa mencurahkan begitu banyak sumber daya untuk mempelajari program interogasi dan belum pernah sekali berbicara dengan salah satu orang penting yang terlibat di dalamnya, termasuk orang yang menjalankannya (termasuk saya)."
Pemerintah memang sudah memperingatkan Senat soal waktu untuk mempublikasikan laporan itu. Pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS John Kerry meminta Ketua Komite Intelijen Senat Dianne Feinstein, mempertimbangkan untuk menunda rilis laporan itu. Kerry mengatakan, "karena banyak yang terjadi di dunia, dan ia ingin memastikan bahwa implikasi kebijakan luar negeri menjadi faktor soal waktu publikasi laporan ini," kata juru bicara Departemen Luar Negeri Jen Psaki, Jumat lalu. "Termasuk upaya berkelanjutan yang kami hadapi (melawan Islamic State) dan keselamatan orang Amerika yang disandera di seluruh dunia."
Namun, Feinstein tetap maju dengan rencananya untuk mempublikasikan resume dari laporan yang dihasilkan sekitar enam tahun itu. Senator itu harus melepaskan kepemimpinan di komite intelijen kepada Richard Burr dari Republik, Januari 2015. Feinstein khawatir mayoritas Partai Republik yang menguasai Kongres akan membatalkan publikasi laporan itu. "Siapa saja yang membaca ini tak akan pernah membiarkan ini terjadi lagi," kata Senator dari Demokrat itu.
Ketua Komite Intelijen DPR tidak setuju dengan langkah Feinstein. "Saya pikir ini adalah ide yang buruk," kata Ketua Panel intelijen DPR Mike Rogers, dari Repblik, kepada CNN, 7 Desember lalu. "Para pemimpin negara asing telah mendekati pemerintah dan mengatakan, 'Anda melakukannya (publikasi), ini akan menyebabkan kekerasan dan kematian.' Komunitas intelijen kami sendiri telah menilai bahwa hal ini akan menyebabkan kekerasan dan kematian."
USA TODAY | ABDUL MANAN
Berita Lainnya
Ruhut Ungkap Agenda di Balik Pertemuan Jokowi-SBY
Jokowi-SBY Bertemu, Peta Politik DPR Berubah Total
Jokowi-SBY Goyahkan Koalisi Prabowo
Sudi Silalahi Ngomong Jawa, Jokowi-SBY Tertawa
Jokowi Tak Disambut Siswa di Yogyakarta