TEMPO.CO, Hong Kong - Para pemimpin gerakan protes prodemokrasi di Hong Kong akan pergi ke Beijing pada Sabtu, 15 November 2014, untuk membawa tuntutan ihwal reformasi politik terhadap pemerintah Cina. Namun mereka khawatir tidak diizinkan masuk ke negara tersebut.
Pengunjuk rasa yang dipelopori Federasi Mahasiswa Hong Kong telah memblokade persimpangan-persimpangan utama di negeri ini selama lebih dari satu bulan. Langkah itu dilakukan untuk menekan pemerintah agar tuntutan mereka soal penyelenggaraan pemilu penuh yang bebas dikabulkan.
Komunikasi antara pengunjuk rasa dan pemimpin Hong Kong yang digelar hampir satu bulan lalu belum menghasilkan apa pun. Kebuntuan ini membuat para pemimpin demonstrasi hendak pergi ke Beijing untuk menyuarakan tuntutan langsung. (Baca: Sebulan Demo Hong Kong Belum Ada Titik Temu)
"Federasi Mahasiswa akan ke Beijing sebagai jalan terakhir. Ini bukan untuk menantang otoritas Beijing dan bukan juga untuk merugikan kebijakan satu negara dua sistem," bunyi pernyataan yang dirilis pada Kamis malam lalu, seperti dikutip Channel News Asia, Jumat, 14 November 2014.
Bekas koloni Inggris itu diserahkan kembali ke Cina pada 1997 di bawah kebijakan "satu negara dua sistem". Prinsip itu menjanjikan dipertahankannya sistem sosial dan ekonomi kota sampai 2047. Tapi aktivis prodemokrasi mengatakan kebebasan Hong Kong terus terkikis di bawah kekuasaan Cina.
Baca Juga:
"Kami hanya akan membahas dua hal, yakni reformasi politik dan mempertanyakan kembali komitmen satu negara dua sistem," kata Federasi. (Baca juga: Kunjungi Hong Kong, Kenny G. Dikecam Cina)
Sekretaris Umum Federasi Mahasiswa Hong Kong Alex Chow dan dua anggota inti lainnya akan mewakili pengunjuk rasa menyampaikan tuntutan terhadap pemerintah Cina di Beijing. Mereka dijadwalkan berangkat Sabtu sore pekan ini.
"Jika kami tidak diizinkan masuk ke Cina, kami akan melanjutkan perjuangan di Hong Kong," kata Alex Chow. (Baca juga: 6 Perilaku Demonstran Hong Kong yang Patut Ditiru)
Para pengunjuk rasa prodemokrasi menuntut calon pemimpin Hong Kong berasal dari warga sipil dalam Pemilu 2017. Namun Beijing menolak tuntutan itu dan tetap pada keputusan para kandidat harus disetujui oleh komite pemilihan. Keputusan itu mendapat kritik karena komite pemilihan berisi orang-orang pro-Beijing.
CHANNEL NEWS ASIA | ROSALINA
Terpopuler Dunia:
Malaysia Kuasai 3 Desa, Pemda Nunukan Pasrah
Ahok Didukung MUI Asal...
Jokowi Presiden Terakhir yang Disalami Obama
Serangan di Gurun Sinai, Lima Tentara Mesir Tewas