TEMPO.CO, MARKAS BESAR PBB NEW YORK - Indonesia mendesak agar Amerika Serikat mencabut embargo terhadap Kuba. Meskipun resolusi pencabutan embargo telah dikukuhkan sebanyak 23 kali oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa, sampai saat ini embargo tersebut belum dicabut oleh Amerika Serikat.
"Permintaan kami sederhana, permintaan kami sangat jelas, embargo terhadap Kuba harus diakhiri!" kata Duta Besar/Wakil Tetap RI untuk PBB di New York, Desra Percaya, pada pertemuan Majelis Umum PBB, di Markas Besar PBB di New York, Amerika Serikat, Rabu 28 Oktober 2014.
"Embargo terhadap Kuba jelas-jelas melanggar prinsip non-intervensi urusan dalam negeri negara lain dan juga melanggar ketentuan Piagam PBB. Oleh karena itu, penerapan sanksi yang bersifat ekstra-teritorial dan mengganggu kedaulatan sebuah negara harus dihentikan," kata Dubes Desra seperti dilansir dalam siaran pers PTRI New York yang diterima Tempo, Kamis, 29 Oktober 2014. Pertemuan tersebut juga dihadiri oleh Menteri Luar Negeri Kuba, Bruno Eduardo Rodriquez Parrilla. (Baca: Lawan Ebola, Kuba Kirim 300 Tenaga Medis ke Afrika)
Selain dampak ekonomi dan dampak terhadap pembangunan nasional Kuba, embargo yang dijatuhkan Amerika Serikat merupakan kebijakan yang kontra-produktif dan merugikan negara-negara yang memiliki hubungan komersial dengan Kuba. (Baca: Fidel Castro Sebut NATO Mirip Nazi)
Pertemuan Majelis Umum PBB tersebut menyepakati resolusi yang berjudul "Necessity of ending the economic, commercial and financial embargo imposed by the United States of America against Cuba". Resolusi tersebut diadopsi oleh PBB melalui pemungutan suara, dimana 188 dari 193 negara PBB, termasuk Indonesia mendukung resolusi tersebut. AS dan Israel tercatat sebagai dua negara yang menolak resolusi tersebut, sedangkan sisa negara lainnya abstain.
Resolusi pengakhiran embargo terhadap Kuba ini telah dikukuhkan sebanyak 23 kali oleh Majelis Umum PBB. Kendati demikian sampai saat ini embargo tersebut belum diangkat oleh AS. Menurut laporan Menlu Kuba, penerapan embargo telah menghancurkan perekonomian Kuba dan menimbulkan kerugian ekonomi senilai US$ 1,1 triliun dan berdampak denda sebesar US$ 11 miliar terhadap 38 bank asing yang melakukan transaksi dengan Kuba. (Baca: AS-Kuba Bahas Pemulihan Hubungan Pos Dua Negara )
Mayoritas negara anggota PBB menilai bahwa embargo terhadap Kuba adalah hal yang kuno dan merupakan peninggalan perang dingin yang sudah tidak relevan dengan prinsip pergaulan antar bangsa yang berdasarkan dialog dan saling menghormati.
NATALIA SANTI
Topik terhangat:
Penghinaan Presiden | Susi Pudjiastuti | Kabinet Jokowi | Pengganti Ahok
Berita terpopuler lainnya:
@TrioMacan2000 Pernah Memeras Bos Minyak
Ahok: Soal Sampah, Orang Jakarta Tak Beriman
Kata Fahri Hamzah Soal Kenaikan Harga BBM