TEMPO.CO , New Delhi - Kailash Satyarthi, peraih Nobel Perdamaian dari India, dikenal sebagai pengikut setia Mahatma Gandhi dengan nilai-nilai anti perbudakan manusia dan berjuang dengan cara damai. Ia juga aktif di Global March Against Child Labor, gabungan dari sekitar 2.000 lembaga sosial dan organisasi serikat buruh di 140 negara. (Baca: Malala Yousafzai Raih Nobel Perdamaian)
Selama 34 tahun menjadi aktivis, ia seringkali harus bertaruh nyawa demi menyelamatkan anak-anak dari pengusaha, pemilik perkebunan, dan pemilik rumah bordil yang mempekerjakan mereka dengan tidak bermoral. Seringkali mereka tidak diberi makan, diberi upah rendah, atau bahkan tidak diupah, serta menjadi korban kekerasan fisik dan seksual. (Berita lain: Ini Cerita di Balik Nobel Perdamaian 2014)
“Dalam suatu kasus, saya pernah mengalami patah kaki, punggung, dan bahu. Tulang rusuk saya remuk dan kepala terluka,” cerita Satyarthi. “Saya juga pernah kehilangan dua rekan. Salah satunya ditembak mati dan satunya dipukuli hingga mati,” tambahnya.
Toh segala rintangan itu tak membuat Satyarthi gentar. “India memang memiliki ratusan masalah, tapi masih ada jutaan solusi,” ujar sarjana teknik elektro ini.
ANINGTIAS JATMIKA | NY TIMES | THE GUARDIAN