TEMPO.CO, New York - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menegaskan, Indonesia tidak pernah dilobi oleh pihak mana pun dalam kaitan dengan isu Negara Islam Irak dan al-Sham (ISIS).
“Tidak pernah. Negara seperti Amerika Serikat dan Rusia sudah tahu kemandirian Indonesia. Kita tidak pernah menjadi negara untuk dilobi soal apa pun juga,” kata Marty menjawab Tempo tentang dukungan Indonesia terhadap Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang baru saja disahkan. “Kita mengambil sikap berdasarkan kepentingan nasional kita sendiri. Tidak pernah mendengar, tidak pernah menerima lobi dari mereka.” (Baca: Rekrut Anak, ISIS Gunakan Game Grand Theft Auto)
Marty, yang ditemui Seusai pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Latvia, Edgards Rinkevics, di gedung Majelis Umum PBB, New York, Kamis, 25 September 2014, menambahkan bahwa pandangan Indonesia mengedepankan penyelesaian komprehensif dalam penanganan ISIS.
“Pandangan Indonesia jelas. Upaya ini harus komprehensif, tidak bisa semata menggunakan pendekatan kekuatan dengan melihat akar permasalahannya, sehingga upaya dari negara-negara tidak menimbulkan masalah baru,” kata Marty. Menurut dia, masalah tersebut juga dibahas dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Latvia, Aljazair, dan Georgia pada hari yang sama.
Indonesia juga menyampaikan keberatan atas penggunaan istilah "fighter" atau pejuang yang disebut dalam resolusi itu. Marty khawatir hal itu akan menjadi semacam pengakuan bahwa mereka adalah pejuang. (Baca: ISIS Ancam Bom Times Square)
“Yang ada adalah teroris bagi kita. Mereka ini tidak ada kewarganegaraannya. Mereka adalah pihak-pihak yang membawa ancaman bagi siapa pun,” kata Marty sembari menyinggung kasus pemenggalan terbaru yang menimpa warga Prancis di Aljazair.
Marty melanjutkan, Indonesia mengedepankan upaya yang inklusif dan komprehensif. Tidak ada negara yang seolah-olah terdepan dalam perang melawan terorisme itu. “Kita semua bersama-sama. Tentu dengan cara-cara seperti yang disampaikan Bapak Presiden kemarin. Intinya, jangan menggunakan kekerasan, kekuatan, tetapi dengan cara-cara kebijakan yang tepat untuk mengatasinya,” kata Marty. (Baca: Paham Ini Jadi Cikal-Bakal ISIS)
Masalah ISIS juga dibahas dalam pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Perdana Menteri Australia Tony Abbott di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB kemarin. Kedua negara sepakat meningkatkan kerja sama pertukaran informasi dan intelijen untuk mengatasi ancaman tersebut. Apalagi, pelaku tindakan teror tersebut berasal dari negara-negara yang memiliki kemudahan bepergian ke Indonesia, seperti negara-negara Barat dan Australia.
“Jangan sampai kita kecolongan, misalnya ada seorang warga Australia yang bermaksud buruk ke negara kita,” kata Marty.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa mengadopsi Resolusi 2178 mengenai pejuang asing (foreign fighters) dalam konferensi tingkat tinggi yang digelar pada Rabu, 24 September 2014. Lebih dari 100 negara anggota PBB menjadi pendukung resolusi itu, termasuk Indonesia. Resolusi itu lolos dengan dukungan 15 anggota Dewan Keamanan PBB. (Baca: ISIS Ancam Bunuh Paus Fransiskus)
Resolusi menekankan bahwa upaya pemberantasan ISIS harus sesuai dengan Piagam PBB, komprehensif dan tidak menggunakan pendekatan kekerasan, dan mengatasi akar permasalahan. Setelah itu, akan ada kerja sama yang konkret dan tukar-menukar informasi tentang pembatasan perjalanan bagi orang-orang yang diduga terlibat dalam masalah ini.
NATALIA SANTI
TERPOPULER
RUU Pilkada, Kubu Jokowi di Ambang Kekalahan
Bendera PKS Dibakar, Jumhur: Massa Marah
Peta RUU Pilkada: Kubu Prabowo 233, Jokowi 237
LBH Jakarta: Ahok Bisa Laporkan FPI