TEMPO.CO, Jakarta - Wabah ebola masih menjadi ancaman di negara-negara Afrika barat dengan Guinea, Liberia, dan Siera Leona yang paling parah terkena dampaknya. Menurut laporan terakhir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ebola telah menewaskan lebih dari 2.500 warga.
Kurangnya peralatan kesehatan dan belum tersedianya vaksin menjadi penyebab utama meningkatnya angka kematian. Bahkan, WHO melaporkan alih-alih menunggu pengobatan dari rumah sakit, pasien yang putus asa kini mulai beralih ke pasar gelap untuk mencari vaksin dari serum pasien yang berhasil sembuh dari ebola.
Darah pasien yang sembuh dan diubah jadi serum untuk penelitian vaksin ebola diklaim memiliki antibodi yang dapat melawan virus mematikan. Meskipun cara ini belum terbukti efektif, serum ini adalah yang paling menjanjikan untuk melawan ebola. (Baca: Sierra Leone Tutup 3 Hari Demi Razia Ebola)
"Studi kami menemukan transfusi darah dari pasien yang sembuh memang mungkin mencegah atau mengobati infeksi ebola. Namun, masih perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah serum itu memang efektif," kata Direktur Jenderal WHO Margaret Chan, seperti dilaporkan CNN, Kamis, 18 September 2014.
Dalam sebuah uji coba, serum dari pasien yang sembuh bisa menyembuhkan pasien terinfeksi. Seorang sukarelawan dari Amerika, Rick Sacra, menerima serum darah dari Kent Brantly, seorang pasien yang sembuh dari ebola. Sacra sembuh dalam beberapa hari setelah menerima serum darah Brantly. (Baca: Vaksin Ebola, ZMapp, Berasal dari Tembakau)
"Kita perlu bekerja sama dengan negara-negara yang terkena dampak untuk membendung perdagangan serum di pasar gelap demi kepentingan pasien. Mereka tidak boleh mendapatkan serum yang belum memenuhi standar," kata Chan.
RINDU P. HESTYA | CNN
Berita Lain:
NSA Beri Intel Israel Info Pribadi Warga Palestina
Ini Hasil Hitung Cepat Referendum Skotlandia
ISIS Rilis Video Jurnalis Inggris yang Disekap