TEMPO.CO, Mosul - Tahun ajaran baru sekolah di Irak dimulai sejak 9 September 2014. Namun, anak-anak di Kota Mosul masih banyak yang tinggal di rumah. Laporan dari Associated Press, tingkat kehadiran siswa di kota terbesar kedua di Irak itu masih rendah karena orang tua enggan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah dengan kurikulum yang diatur oleh milisi Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)--yang kini menjadi Negara Islam.
"Mayoritas penduduk di Mosul menolak untuk mengantar anak-anak mereka ke sekolah," kata Abu Mohammed, 27 tahun, kepada media al-Fanar pada Ahad, 14 September 2014. Abu adalah penduduk Kota Mosul. (Baca:Liga Arab Sepakat Gempur ISIS Bersama)
Seperti dilansir Al Arabiya, 15 September 2014, kegiatan sekolah yang diinginkan oleh ISIS adalah menyebarkan ilmu-ilmu agama, pelajaran tentang cara melawan korupsi, dan ajaran Islam dijadikan landasan kurikulum. Padahal, mayoritas siswa di Kota Mosul beragama Kristen. ISIS menghapus mata pelajaran sejarah, sastra, dan agama Kristen.
Orang tua dan siswa di Mosul khawatir "sertifikat pendidikan" yang mereka dapat dari ISIS tidak akan diakui oleh pihak-pihak di luar ISIS. Selain itu, ISIS telah mengatur agar guru laki-laki hanya mengajar siswa laki-laki dan guru perempuan mengajar siswa perempuan. (Baca:Tim Investigasi PBB ke Irak Selidiki ISIS)
Secara nasional, tahun ajaran baru kegiatan sekolah di Irak telah tertunda selama satu bulan. Sebab, mayoritas sekolah di sana banyak digunakan sebagai kamp pengungsi karena kota-kota telah dikuasai oleh ISIS.
AL ARABIYA | VIQIANSAH DENNIS
Baca juga :
Cak Imin: Ketua Umum Partai Bisa Menteri Apa Saja
Amerika Mulai Gempur Pertahanan ISIS di Irak
Jadi Presiden, Harga Sepatu Jokowi Rp 400 Ribu
MA Hukum Bekas Presiden PKS 18 Tahun Penjara