TEMPO.CO, Tripoli - Parlemen Libya telah mengangkat kembali Abdullah al-Thinni sebagai perdana menteri pada Senin, 1 September 2014. Penunjukan ini karena pemerintah sudah tidak memiliki kontrol terhadap semua kementerian yang berada di ibu kota, Tripoli. Kelompok milisi telah mengambil alih gedung-gedung pemerintah yang berada di kota tersebut.
Seperti dilansir Reuters, parlemen yang dipilih pada pemilihan umum Juni 2014 telah memindahkan kegiatan pemerintahannya ke Kota Tobrukl sejak sebulan lalu. Minggu lalu, kelompok militan dari Misrata telah menguasai Tripoli.
Al-Thinni, yang merupakan mantan Menteri Pertahanan Libya, akan menghadapi tantangan sebagai perdana menteri, yaitu mengembalikan kembali pemerintahan Libya ke Tripoli dan menghindari meningkatnya tensi perang saudara di negara produsen minyak tersebut. Juru bicara parlemen, Faraj Hashem, mengatakan 64 dari 106 perwakilan telah memilih Al-Thinni sebagai perdana menteri yang baru dan meminta agar dia menyelesaikan krisis pemerintahan dalam waktu dua minggu.
Pemerintah Libya pada Ahad waktu setempat telah menyatakan tidak lagi memiliki kendali terhadap kementerian-kementerian yang berada di Tripoli. Semua kementerian, bank sentral, dan perusahaan nasional minyak berada di ibu kota Libya tersebut.
Setelah milisi dari Misrata berhasil menguasai Tripoli, produksi minyak di sana masih belum mengalami kendala. Namun, apabila bank sentral telah berada di tangan milisi, perusahaan-perusahaan minyak akan menghadapi tantangan hukum. Sebab, pemesanan minyak mentah itu harus melalui bank sentral.
Kondisi di Libya semakin tidak kondusif. Milisi Islam meluncurkan serangan baru terhadap militer Haftar sebagai upaya mereka untuk menguasai Kota Benghazi. Petugas medis di sana mengatakan 13 tentara Haftar tewas dan 45 orang luka-luka.
REUTERS | VIQIANSAH DENNIS
Baca juga:
Ketua KPK: Jero Wacik Lakukan Pemerasan
May Myat Noe, Sang Ratu Kecantikan Sesaat
Pembelaan Jenderal Sutarman untuk Polisi 'Narkoba'
Makam Nabi Muhammad Akan Dipindahkan