TEMPO.CO, Brussel - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Brussel bekerja sama dengan Pemerintah Kota Oostende, Belgia, menyelenggarakan pameran foto yang menampilkan 120 foto tentang keberagaman agama dan budaya hasil karya para fotografer Eropa dan Indonesia yang tergabung dalam komunitas fotografi Stylus Photo Gallery pada pekan lalu.
Pameran foto ini merupakan salah satu upaya KBRI Brussel untuk menunjukkan wajah toleransi masyarakat Indonesia yang telah ada sejak berabad-abad lamanya dalam perbedaan agama, budaya dan bahasa.
“Wajah keberagaman agama, budaya dan bahasa di Indonesia penting untuk diketahui masyarakat UE yang saat ini sedang mencari bentuk multikulturalisme di tengah-tengah semakin maraknya masalah imigran, termasuk bertambah besarnya komunitas muslim di UE,” kata Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Arif Havas Oegroseno, dalam siaran pers yang diterima Tempo, Jumat, 8 Agustus 2014.
Dalam laporan tahunan Parlemen Eropa 2013 yang dikeluarkan pertengahan tahun 2014 lalu, Indonesia dinilai turut memberikan kontribusi bagi UE dalam mencari bentuk multikulturalisme. (Baca: Eropa Di Bawah Ancaman Terorisme)
Ketua Komite Hubungan Luar Negeri PE, Dr. Elmar Brok, yang juga anggota PE, menilai bahwa perkembangan di Indonesia sangat positif. Pendekatan Indonesia yang toleran serta kooperatif melalui diskursus dialog lintas agama membuktikan bahwa upaya tersebut sangat efektif dalam memberantas radikalisme. “Indonesia bisa menjadi contoh yang baik bagaimana minoritas bisa hidup bersama,” kata Brok.
Indonesia juga memberikan beasiswa lintas agama Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) sejak 2012 kepada peserta dari UE yang kesehariannya bekerja dengan para pemangku kepentingan yang menentukan arah kebijakan politik UE dengan Indonesia di ranah HAM dan demokrasi.
Pada September 2014 mendatang, Indonesia, atas prakarsa bersama KBRI Brussel dengan Kementerian Agama RI, akan menandatangani MOU dengan Universitas Katholik Leuven (KUL) yang akan meluncurkan program S2 Kajian Islam.
Program tersebut tidak saja pertama di KUL, tetapi juga di seluruh Eropa dengan Indonesia terlibat dari awal dalam memberikan masukan, kajian dalam menyusun kurikulum, sumber belajar serta memberikan masukan arah program. (Baca: Indonesia Bantu Susun Kajian Islam di Kampus Eropa)
Para lulusannya diharapkan dapat melakukan kontekstualisasi dan indigenisasi Islam sehingga Islam dapat dijelaskan dengan bahasa lokal secara lebih baik dengan konteks lokalnya.
Program ini juga memfokuskan pada kajian Islam kontemporer dalam bidang teologi, Al-Quran dan hadis yang relevan, hukum Islam (syariah dan fikih) sosiologi-antropologi masyarakat Islam Eropa, hubungan/dialog intra dan antar agama.
Dengan penekanan ini, diharapkan kajian Islam yang diajarkan dalam Program S2 di KUL lebih relevan dengan kebutuhan kaum muslim dan nonnuslim di Eropa dewasa ini. "Yang lebih penting lagi dari kerja sama ini adalah bahwa program S2 Kajian Islam di KUL akan melibatkan akademikus perguruan tinggi Islam di Indonesia sebagai tenaga pengajar," kata Havas.
NATALIA SANTI
Topik terhangat:
ISIS | Pemerasan TKI | Sengketa Pilpres | Pembatasan BBM Subsidi
Berita terpopuler lainnya:
Ketua Gerindra Jakarta Ancam Culik Ketua KPU
SBY Buka Suara Soal Pencopotan KSAD Budiman
Golkar Bisa di Luar Pemerintahan, Begini Caranya