TEMPO.CO, Donetsk - Pemberontak Ukraina pro-Rusia menolak untuk membuka akses kepada pemantau internasional untuk menyelidiki jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MY17 di wilayah timur Ukraina dekat perbatasan Rusia. Akses dibuka hanya jika pemerintah Ukraina di Kiev setuju melakukan gencatan senjata.
Sejak jatuhnya pesawat MH17 pada Kamis, 17 Juli 2014 malam yang menewaskan 298 penumpang dan awaknya, pemberontak hanya memberikan akses terbatas untuk 30 tim pemantau dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerja Sama Eropa (OSCE). (Baca:Tujuh Polisi Indonesia Masuk Tim Investigasi MH17)
Namun, Presiden Ukraina Petro Poroshenko, 48 tahun, menolak untuk memenuhi permintaan para pemberontak. Ia malah menegaskan pemberontak untuk menyerahkan diri kepada pemerintah Ukraina.
Kepada para pemimpin internasional, Poroshenko meminta dukungan dengan mengakui pemberontak di wilayah jatuhnya MH17 sebagai organisasi teroris yang harus diseret ke Mahkamah Internasional di Hague, Belanda. (Baca:MH17 Diduga Alihkan Rute untuk Hindari Badai)
Peristiwa jatuhnya MH17 yang terbang dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur akibat diterjang misil, ujar Poroshenko, mirip dengan tragedi 11 September 2001 yang terjadi di Amerika Serikat dan peristiwa Lockerbie.
"Kami mencermati tidak ada perbedaan antara peristiwa di Ukraina dan apa yang terjadi pada 11 September di Amerika Serikat dan tragedi Lockerbie di Skotlandia (pesawat Pan Am jumbo jet yang membawa 258 meledak dan jatuh di Lockerbie tahun 1988. Pesawat diduga dibom yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat)," kata Poroshenko, seperti dikutip Straits Times, Ahad, 20 Juli 2014. (Baca:Ukraina Tuduh Separatis Pro-Rusia Rusak Bukti MH17)
STRAITS TIMES | MARIA RITA
Baca juga:
Puncak Arus Mudik di Tol Merak Mulai Jumat
Prabowo Masih Optimistis Menang Pemilu Presiden
KPK Diminta Selidiki Peran Ketua PN Karawang
Hatta Rajasa: Kalah-Menang itu Biasa