TEMPO.CO, Bangkok - Junta militer Thailand akan memulangkan sekitar 100 ribu pengungsi yang telah tingal di kamp-kamp selama dua dekade lebih di sepanjang perbatasan dengan Myanmar. "Kami belum sampai pada tahap mendeportasi mereka karena kami lebih dulu harus melakukan verifikasi kewarganegaraan para pengungsi kamp," kata wakil juru bicara militer Thailand, Veerachon Sukhontapatipak, kepada Reuters, Senin, 14 Juli 2014.
Namun rencana pemulangan para pengungsi itu dikhawatirkan oleh kelompok hak asasi manusia, karena dinilai akan menimbulkan ketegangan dan kericuhan di antara kedua negara. Organisasi non-pemerintah juga menyatakan keprihatinannya terhadap para pengungsi karena kurangnya infrastruktur untuk membantu mereka membangun kembali sebuah kehidupan.
Myanmar yang dulu dikenal sebagai Burma, selama hampir lima dekade lebih terisolasi di bawah pemerintahan militer yang represif.
"Setelah selesai proses verifikasi kami akan menemukan cara untuk mengirim mereka kembali. Ada sekitar 100 ribu orang tinggal di kamp selama bertahun-tahun tanpa kebebasan. Pemerintah Thailand dan Myanmar akan membantu memfasilitasi pemulangan mereka," ujar Sukhontapatipak. (Baca: Thailand Telah Deportasi 1.300 Pengungsi Rohingya)
Bulan lalu, pernyataan juru bicara junta militer yang mengancam untuk menangkap dan mendeportasi buruh migran tidak berdokumen resmi telah memicu gelombang kepulangan lebih dari 200 ribu pengungsi Kamboja. Padahal selama ini pengungsi Kamboja merupakan komponen kunci untuk beberapa bidang kerja seperti perikanan, konstruksi, dan sektor lainnya.
Tanpa status hukum atau keterampilan khusus, para pengungsi telah lama dianggap sebagai beban bagi pemerintah Thailand. (Baca juga: Thailand Diam-diam Perdagangkan Pengungsi Rohingya)
Menurut kelompok Border Consortium, koordinator kegiatan lembaga swadaya masyarakat di kamp-kamp pengungsian, diperkirakan ada 120 ribu pengungsi Myanmar tinggal di 10 kamp yang berada di sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar. Kebanyakan pengungsi adalah masyarakat Myanmar yang melarikan diri dari penganiayaan dan perang etnis serta kemiskinan. Kemudian mereka tinggal di kamp-kamp pengungsian tanpa perlindungan hukum dan tak punya penghasilan.
Berbicara dalam program televisi mingguan "Return Happiness to the People", Ketua Dewan Nasional untuk Perdamaian dan Ketertiban Jenderal Prayuth Chan-ocha mengatakan telah mendiskusikan masalah tersebut dengan Komandan Tinggi Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing saat dia berkunjung ke Thailand pekan lalu.
Prayuth mengatakan kedua negara akan bekerja sama memfasilitasi pemulangan para pengungsi dengan selamat sesuai dengan prinsip kemanusiaan.
REUTERS | ROSALINA
Terpopuler Dunia
Penyiar TV Kondang di Cina Ditangkap Jelang Siaran
Israel Paksa 10 Ribu Warga Palestina Mengungsi
Palestina Minta Perlindungan Internasional
Anak-anak di Gaza Alami Trauma Berat