TEMPO.CO, Yangon - Umat muslim di kota terbesar kedua di Myanmar sudah dapat kembali beribadah dengan tenang pada Jumat pagi setelah jam malam diterapkan di Mandalay. Sebelumnya, wilayah tersebut dilanda kerusuhan dan kekerasan selama dua malam oleh kelompok Budha radikal. (Baca: Konflik Umat Islam-Buddha di Myanmar, 2 Tewas)
Pihak berwenang Myanmar memberlakukan jam malam mulai Kamis, 3 Juli 2014, setelah terjadi kekerasan terhadap minoritas muslim yang menyebabkan dua orang tewas dan 14 lainnya terluka. Peristiwa tersebut menimbulkan kekhawatiran akan memicu kekerasan etnis yang sudah melanda negara itu selama dua tahun terakhir. (Baca juga: Umat Buddha Serang Muslim di Myanmar)
Pemerintah daerah Mandalay memuat rincian serangan dalam situs resmi mereka pada hari ini. Rincian tersebut memaparkan identifikasi kematian untuk pertama kalinya dan mencatat bahwa kelompok yang terdiri atas 50 orang, termasuk 20 biksu Budha, terlibat dalam peristiwa tersebut. Kepala Kementerian Regional Mandalay Ye Myint mengatakan setidaknya empat orang yang terlibat kerusuhan sudah ditangkap.
Situasi sudah mulai tenang, pemilik toko muslim membuka kembali tempat usaha mereka yang sebelumnya diserang massa Budha dengan batu. "Saat ini kami sudah bisa mengatakan kami sudah bisa beribadah dengan damai dan sudah bisa tidur dengan nyenyak," kata Tin Aung, seorang warga muslim di Mandalay, seperti dilansir Associated Press, Jumat, 4 Juli 2014.
Dia dan warga lain mempertanyakan mengapa pemerintah butuh waktu dua hari untuk meredam massa yang melakukan perusakan terhadap sebuah masjid dan beberapa toko serta membakar mobil. "Jika pemerintah mengambil tindakan cepat dan segera, kerusakan dan jatuhnya korban tewas bisa dicegah," kata A Mar Ni, warga lokal lainnya.