TEMPO.CO, Yangon - Tokoh demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, tampaknya tidak akan dapat mencalonkan diri sebagai presiden tahun depan. Panel komite parlemen memutuskan untuk tidak mengubah klausa konstitusi yang menghambat pencalonan Suu Kyi, Jumat, 13 Juni 2014.
Klausa itu menyebutkan siapa saja yang menikah dengan warga asing atau memiliki anak berkewarganegaraan asing tidak dapat menjadi kepala negara. Sebagaimana diketahui, almarhum suami Suu Kyi, Michael Aris, berkewarganegaraan Inggris. Demikian pula kedua putranya.
Dua anggota parlemen yang tidak disebutkan namanya mengungkapkan amendemen ditolak oleh 26 dari 31 panelis. Namun mereka tidak menjelaskan alasan penolakan.
“Hanya lima dari 31 anggota komite yang mendukung dalam pertemuan tertutup,” kata anggota parlemen yang tidak mau disebutkan namanya.
Suu Kyi dan partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), mendesak agar konstitusi segera diamendemen sebelum pemilihan tahun depan. Banyak kalangan meyakini klausa 59 (f) konstitusi 2008 sengaja dibuat militer untuk menghambat Suu Kyi berkuasa. Militer telah memimpin Myanmar selama 49 tahun hingga pemerintah pensiunan Jenderal Thein Sein berkuasa tahun 2011.
Komite yang dipilih untuk menilai amendemen sebagian besar terdiri atas politikus partai berkuasa Union Solidarity and Development Party (USDP), yang dibentuk dari gerakan sosial serupa oleh dibentuk mantan junta. Hanya dua dari partai Suu Kyi, NLD.
Amendemen konstitusi masih dimungkinkan dengan pemungutan suara di parlemen. Namun pengamat politik pesimistis mengingat USDP, militer, dan sekutunya masih mendominasi parlemen. Meski demikian, Partai NLD tidak menyerah begitu saja.
“Kita tidak bisa mengatakan Daw Aung San Suu Kyi tidak memiliki kesempatan untuk menjadi presiden sampai serikat parlemen menyetujuinya,” kata juru bicara dan pejabat senior partai, Nyan Win. Daw adalah sebutan kehormatan di Myanmar. “Kita perlu menunggu sampai komite menyampaikan rekomendasi terakhirnya di parlemen.”
Konstitusi Myanmar itu disusun oleh bekas junta militer sebagai dasar transisi menuju demokrasi secara bertahap. Pemerintah semi-sipil mengejutkan dunia dengan reformasi yang tidak pernah terpikirkan di bawah kontrol militer. Reformasi itu membawa Suu Kyi dan NLD masuk ke dalam parlemen.
Amerika Serikat menangguhkan sebagian besar sanksi sebagai pengakuan atas perubahan besar di Myanmar. Namun Amerika masih menganggap konstitusi Myanmar tidak demokratis. Januari lalu, kongres meloloskan rancangan anggaran yang mensyaratkan reformasi yang lebih jauh, termasuk merevisi konstitusi, sebelum mencabut seluruh sanksi.
REUTERS | NATALIA SANTI