TEMPO.CO, Jakarta – Indonesia, Filipina dan Timor Leste sepakat untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak dalam konflik bersenjata. Kesepakatan tersebut disuarakan tiga menteri luar negeri dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan kemarin.
“Kami, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dan Menteri Luar Negeri Republik Filipina, dan Menteri Negara dan Kerja Sama Republik Demokratik Timor Leste sangat prihatin bahwa dalam situasi konflik bersenjata, kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak perempuan terus digunakan sebagai senjata perang,” demikian bunyi pernyataan bersama yang ditandatangani Menlu Marty Natalegawa, Menlu Filipina Albert F. Del Rosario, dan Menlu Timor Leste, Jose Luis Guterres seperti yang diterima Tempo dari Kementerian Luar Negeri RI, Senin, 9 Juni 2014.
Disebutkan dalam pernyataan bersama, dalam 20 tahun terakhir, negara-negara Asia Tenggara menikmati perdamaian dan stabilitas dan tidak mengalami konflik skala besar terbuka di kawasan. Salah satu faktornya antara lain berkat pembentukan ASEAN. Traktat Perdamaian dan Kerja Sama ASEAN (ASEAN Treaty of Amity and Cooperation/TAC) menjadi kode perilaku bagi negara-negara anggota ASEAN, serta beberapa negara lain yang juga menandatangani memberikan mekanisme bagi penyelesaian sengketa secara damai, melalui proses regional.
“Di kawasan, secara bertahap tapi konsisten, kami membangun kapasitas untuk mengejar perdamaian dan mencegah konflik, tidak saja secara konseptual, normatif dan pembangunan lembaga, tetapi juga terlibat secara langsung di lapangan,” demikian pernyataan tersebut. Ketiga menteri menyatakan ingin berbagi pengalaman dengan masyarakat global.
Indonesia, Filipina dan Timor-Leste juga menyakini partisipasinya dalam Deklarasi Komitmen untuk Mengakhiri Kekerasan Seksual dalam Konflik yang dibuat oleh Inggris September lalu, serta didukung lebih dari 140 negara, merupakan kesempatan lain untuk berbagi penyelesaian damai dan dialog dengan wilayah lain di dunia.
Lebih jauh ketiga menteri menegaskan tekad untuk mempercepat upaya mengatasi kekerasan seksual dalam konflik bersenjata melalui peningkatan akses terhadap keadilan, termasuk memastikan hukuman bagi pelaku dan pemulihan dan rehabilitasi bagi korban.
Menyelesaikan akar masalah penyebab kekerasan sambil di saat yang sama menciptakan lingkungan yang mendukung bagi perempuan dan anak-anak perempuan melalui pendidikan serta mengubah stereotipe jender, sikap dan keyakinan yang membenarkan kekerasan serta mempromosikan keadilan jender, dan meningkatkan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan.
Selain itu juga menyediakan akses yang lebih baik untuk layanan yang komprehensif, seperti makanan, tempat tinggal, perawatan kesehatan, perawatan psikososial dan pendidikan, selama dan pasca konflik.
Ketiga negara juga sepakat meningkatkan peran operasi penjaga perdamaian, termasuk dengan memberikan pelatihan isu-isu jender, terutama kekerasan seksual, agar mereka dapat mencegah mengidentifikasi dan memecahkan kasus kekerasan seksual. Serta mempromosikan sensitive jender dan kebijakan non-diskriminatif dalam pemerintahan.
NATALIA SANTI