TEMPO.CO, Ramallah - Faksi Hamas dan Fatah akhirnya berhasil mengesampingkan perbedaan dan menyatukan diri dalam pemerintahan bersatu. Kabinet baru Palestina bersatu itu dilantik Presiden Mahmoud Abbas di Ramallah, Tepi Barat, kemarin.
“Hari ini dan usai mengumumkan pemerintahan bersatu, kami nyatakan berakhirnya perpecahan yang merugikan tujuan kita,” kata Abbas.
Pembentukan pemerintahan bersatu Palestina dilakukan di tengah kecaman keras Israel, dan kekhawatiran Amerika Serikat. Tiga dari 17 menteri yang seharusnya diambil sumpah tidak dapat hadir karena tidak diizinkan masuk ke Tepi Barat oleh Israel.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mendesak seluruh dunia untuk tidak tergesa-gesa merestui kabinet baru Palestina, yang menyertakan Hamas. Dia menyatakan kabinet baru Palestina itu akan “memperkuat teror”.
Israel, Amerika Serikat dan Uni Eropa menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Hamas berulang kali menegaskan tidak mengakui keberadaan Israel. (Baca: Netanyahu Minta Palestina Akui Negara Yahudi)
“Saya mengimbau semua elemen yang bertanggung jawab dalam komunitas internasional untuk tidak cepat-cepat mengakui pemerintahan Palestina, yang mengikutsertakan Hamas, “ kata Netanyahu dalam sidang mingguan Kabinet Israel.
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat, Jen Psaki mengungkapkan Menteri Luar Negeri John Kerry telah menelepon Abbas untuk mengutarakan kekhawatiran soal peran Hamas di pemerintahan. (Baca: Hamas Ingin Dicoret dari 'Daftar Teroris' di Eropa )
“The Secretary (Kerry) menyatakan Amerika Serikat akan memonitor situasi dengan seksa,a dan menilai pemerintahan apapun berdasarkan komposisi, kebijakan dan tindakan,” kata Psaki.
Abbas mengatakan pemerintahan bersatu terdiri atas kalangan independen dan mematuhi program politik.
“Tugas utama pemerintahan adalah mempersiapkan pemilu baru,” kata Abbas seperti dikutip kantor berita Wafa. (Baca: Mahmoud Abbas Lantik Kabinet Baru Palestina )
Bulan April lalu, Hamas, yang menguasai Jalur Gaza dan Fatah yang memerintah Tepi Barat menyepakati rekonsiliasi guna mengakhiri perpecahan di antara mereka sejak 2007. Kesepakatan itu mengatur pembentukan pemerintahan nasional bersatu yang memerintah hingga pemilu dan pilres digelar di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Pemerintahan bersatu juga akhirnya terbentuk setelah kompromi Hamas, yang sebelumnya menolak jika Kementerian urusan tahanan tidak ada dalam kabinet baru. Di menit terakhir, akhirnya disepakati bahwa masalah tahanan akan diurusi oleh Perdana Menteri Rami Hamdallah.
REUTERS | GULF NEWS |GULF TODAY | NATALIA SANTI