TEMPO.CO, Canberra - Australia menurunkan tingkat hubungan dengan Thailand terkait dengan kudeta militer di negeri itu, Sabtu, 31 Mei 2014. Pemimpin junta militer Thailand juga dilarang bepergian ke Australia. (Baca: Linimasa Krisis Thailand Menuju Kudeta Militer )
“Sejalan dengan keprihatinan kami, Australia mengurangi jalinan hubungan dengan militer Thailand serta menurunkan interaksi dengan pimpinan militer Thailand,” kata Menteri Luar Negeri Julie Bishop dan Menteri Pertahanan David Johnston dalam pernyataan bersama.
Amerika Serikat dan pemerintah asing lainnya mengutuk kudeta militer 22 Mei, dan mengimbau agar Thailand segera kembali ke jalur demokrasi. (Baca: Pentagon Batalkan Latihan Perang dengan Thailand )
Pemerintah Australia menunda tiga aktivitas kerja sama dengan militer Thailand dan mencegah para pemimpin kudeta bepergian ke Australia.
Pemimpin kudeta, Jenderal Prayuth Chan-ocha mengatakan pemilihan umum tidak akan digelar sedikitnya dalam satu tahun ke depan. Dia mengedepankan reformasi sebelum pemilu.
“Reformasi hanya bisa diterapkan jika ada perdamaian dan stabilitas dan itu akan memakan waktu satu tahun,” kata Jendral Prayuth, Jumat malam. (Baca:
Militer mengambil alih kekuasaan 22 Mei, menggulingkan pemerintahan perdana menteri Yingluck Shinawatra, setelah pertemuan dengan para tokoh dua pihak yang bertikai Thailand gagal menemukan solusi untuk menghentikan kebuntuan politik di negeri itu. Junta militer kemudian menahan sejumlah tokoh politik, akademisi dan aktivis. Militer juga memblokir stasiun-stasiun televisi, dan media sosial. (Baca: Redam Demonstran, Thailand Blokir Facebook )
“Pemerintah Australia terus mengimbau militer untuk menetapkan jalan kembali ke demokrasi dan hukum secepatnya, tidak melakukan penahanan sewenang-wenang, dan membebaskan tahanan politik serta menghormati hak-hak asasi serta kebebasan fundamental,” lanjut pernyataan bersama itu. (Baca: Indonesia Serukan Pemulihan Situasi Thailand )
Hubungan militer Thailand dan Australia telah berlangsung sejak 1945. Kedua negara menjalin kerja sama pertahanan yang menakup pelatihan individu, maritim, darat, serta udara selama empat dekade terakhir. Kedua negara juga memiliki perjanjian perdagangan bebas yang berlaku sejak 2005.
Pemerintah Australia mengatakan akan menantikan “normalisasi hubungan secepat mungkin,” namun ditambahkan mereka akan terus “mengkaji aktivitas pertahanan dan bilateral lainnya”.
GUARDIAN | NATALIA SANTI
Berita Terpopuler:
Bocah Disetrum Saat Warga Katolik Sleman Diserang
Gunung Meletus, 133 Warga Terjebak di Sangeang Pulo
Pangdam Tanjungpura Minta 10 Tank untuk Perbatasan
Begini Beda Tukang Pangkas dengan Barbershop