TEMPO.CO, Bangkok - Setelah menghentikan paksa aktivitas media, bahkan menduduki kantor-kantor media di Thailand, kini giliran sosial media seperti Facebook dan Twitter mendapat ancaman pemblokiran dari junta militer Thailand. Sosial media yang isinya bernada menghasut sehingga memungkinkan terjadinya kekerasan atau mengkritik pimpinan militer akan ditutup dan dijatuhi hukuman.
"Jika kami menemukan adanya aksi kekerasan, kami akan menghentikan layanan saat itu juga dan akan menuntut pertanggungjawaban hukum," kata aparat militer dalam pernyataannya, Jumat, 23 Mei 2014. Facebook dan Twitter merupakan sosial media yang paling dikenal luas oleh warga Thailand. (Baca:Militer Tahan Suthep dan 24 Politikus Thailand)
Setelah militer mengkudeta pemerintahan sipil, muncul perintah yang antara lain mendesak para operator sosial media untuk bekerja sama dengan menghentikan semua pesan yang isinya menurut militer bernada menghasut untuk melakukan aksi kekerasan, melanggar undang-undang, atau mengkritik dewan kudeta.
Pimpinan pelaku kudeta juga telah memerintahkan semua televisi dan radio untuk menghentikan semua programnya dan menggantinya dengan menyiarkan berita-berita yang datang dari aparat militer. "Langkah ini diambil untuk memastikan rilis berita itu akurat bagi masyarakat," kata juru bicara militer aparat militer. (Baca:Ini 12 Perintah Militer Thailand Sebelum Kudeta )
Kepala Staf Angkatan Darat Thailand Jenderal Prayut Chan-O-Chan mengumumkan tentang kudeta pada Kamis, 22 Mei 2014. Menurut dia, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari pemerintahan sipil setelah kericuhan politik yang berlangsung selama tujuh bulan. Ia mengklaim tentara ingin memulihkan stabilitas.
THE NEWS STRAITS TIMES | MARIA RITA HASUGIAN
Terpopuler:
Situasi Thailand Makin Tidak Menentu
Indonesia Sampaikan Protes ke Malaysia
Umat Katolik di Israel Terancam